Saturday, November 5, 2011

Wasiat Asyyahid Syed Quthb

Ikhwahfillah rahimakumullah, hidup ini adalah sebuah jalan dimana kita akan dihadapkan pelbagaan tentangan dan dugaan terhadap tauhid kita. Manusia diciptakan dengan penuh kelalaian lagi kehinaan. Ia bersimpul dalam diri kita. Mengakar kuat dalam ulu hati. Manusia-manusia Rabbani yang menjadikan tauhid sebagai esensi dalam dirinya kemudian harus sedar bahwa hanya kepadaNyalah kelemahan itu akan tertutupi jika kita senantiasa berpegang kepada tali buhul yang tak akan putus, yakni tali tauhid untuk hanya mengamba di jalan Allahuta'la.

Ikhwahfilah rahimakumullah, Asy Syahid Sayyid Quthb pernah menggariskan, bahwa dakwah pasti akan mengalami benturan, dimana kekuatan Al Haqq akan berkonfrontasi dengan Al Bathil. Di sini, Islam tidak dapat mengambil jalan damai, meletakkan Kebenaran untuk berkompromi dgn kebathilan. Memadukan thesa dan anthithesa antara Islam dengan kejahiliyahan. Simpul-simpul Rabbani itu justru akan menguat seiring Islam lebih memilih untuk tunduk di jalan Kemuliaan, dan menremehkan nikmat hina-dina itu.

Fitnah kemenangan akhir zaman inilah yang mesti diawasi oleh aktivisfis dakwah. Ia sesuai dengan bagaimana Rasulullah SAW bersabda,“Sesungguhnya di kalangan kamu nanti akan tertanam kemahuan besar kedudukan (politik) dalam kerajaan.

Sesungguhnya yang demikian itu akan menjadikan kamu menyesal dan susah pada Hari Kiamat; Sebaik-baik ibu adalah yang mahu menyusui anak (artinya sebaik-baik pemimpin adalah yang memperhatikan kepentingan rakyat), dan seburuk-buruk ibu adalah ibu yang tidak mau menyusui anaknya (artinya seburuk-buruk pemimpin adalah pemimpin yang tidak memerhatikan kepentingan rakyat). (Riwayat Bukhari dan Nasa’i).

Ikhwah fillah, tulisan ini lahir dari sebuah kajian Asy Syahid, tentang cobaan dakwah yang akan senantiasa melingkupi tiap diri kita. Sebuah diri yang menasbihkan semata-mata mengabdikan hidup kepada Allahuta'ala meski kemenangan seakan-akan sudah di depan mata.

Dalam surat wasiat [1] untuk adiknya, Aminah Quthub, Asy Syahid Sayyid Quthb Rahimakumullah menulis :

“Sulit bagi saya membayangkan bagaimana mungkin kita akan sampai pada tujuan mulia dengan menggunakan wasilah (alat bantu/perantaraan) yang kotor. Tujuan yang mulia hanya akan hidup di dalam hati nurani yang mulia pula. Karenanya, bagaimana mungkin nurani yang mulia itu mau menggunakan wasilah busuk lagi kotor. Atau –yang lebih ironis lagi- bahkan mendambakan hidayah dan pertolongan Allah melalui wasilah busuk itu ?

"Ketika kita telah tersesat dalam sebuah penyimpangan, sebagai dampak dari lumpur kesalahan yang kita lalui, maka tidak terelakkan lagi kita pasti akan berada dalam penyelewengan yang sangat kotor. Karena jalan yang penuh dengan lumpur pasti akan meninggalkan bekas kotor pada kaki orang-orang yang melewatinya. Demikian pula halnya dengan wasilah yang kotor, pastilah akan menimbulkan noda hitam yang akan terus menempel dan meninggalkan bekas kekotoran pada jiwa kita serta pada tujuan yang akan kita capai”.

Dalam Tafsir Fi Zilalil Qur’an, menjelaskan surah Al Hajj ayat 52, yang artinya

“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang Rasul pun dan tidak (pula) seorang Nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syaitan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu. Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat- Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS Al Hajj 52)

Sayyid Quthub Rahimakumullah mengatakan :

“Panasnya pergolakan dan kecamuk pertarungan telah mendorong para aktifis dakwah sepeninggal Rasulullah Shollallohu 'alaihi wasallam untuk terus merupaya menegakkan Risalah ini. Namun di sisi lain tidak sedikit dari mereka yang kemudian mengambil jalan pintas dengan menggunakan berbagai wasilah, strategi dan metode yang melenceng dari kaidah dan manhaj dakwah yang telah dicontohkan oleh Rasulullah. Hal itu tidak lain disebabkan oleh ketergesa-gesaan dan ketidak sabaran untuk segera memperoleh kemenangan dan keberhasilan dakwah mereka.

"Jalan pintas itu adalah hasil ijtihad mereka atas apa yang mereka sebut dengan 'mashlahat dakwah'. Padahal yang dimaksud dengan mashlahat dakwah yang sebenarnya adalah sikap istiqomah dari para pengemban amanah dakwah agar senantiasa berada di atas manhaj dakwah yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Shollallohu 'alaihi wasallam tanpa sedikit pun tergoda untuk berpaling darinya walau selangkah pun. Adapun hasil akhir dari dakwah adalah perkara ghaib yang tidak ada satupun yang tahu kecuali Allah Azza Wa Jalla wa Jalla.

"Dengan demikian tidak selayaknya bagi para aktifis dakwah menjadikan hasil akhir sebagai tolok ukur dan tujuan utama dakwah mereka. Kewajiban mereka hanyalah menegakkan dakwah di atas manhaj yang lurus dan bersih dari berbagai penyimpangan, seraya bertawakkal dan menyerahkan seluruh hasil usaha yang telah dilakukan dengan penuh istiqomah kepada Allah Azza Wa Jalla wa Jalla. Jika ini telah dilakukan, niscaya kebaikan lah yang akan diperoleh, apapun hasil yang dicapai.

"Ayat di atas mengingatkan mereka bahwa syaitan tidak akan pernah berhenti menghembuskan tipu daya dan godaan-godaannya terhadap para aktifis dakwah. Allah telah melindungi para Rasul dan nabi yang ma’shum sehingga mereka mampu membebaskan diri dari setiap tipu daya syaitan dan tetap istiqomah pada manhaj dakwah yang lurus. Namun tidak demikian halnya dengan para aktifis dakwah setelah mereka. Karena itu sudah seyogyanya bagi setiap aktifis dakwah agar berhati-hati dan waspada terhadap godaan syaitan ini dan tidak memberi kesempatan sedikit pun kepada syaitan untuk menjerumuskan mereka ke dalam kesesatan disebabkan oleh besarnya keinginan untuk segera mencapai keberhasilan dakwah dan memberikan 'mashlahat' bagi umat Islam.

"Tidak ada jalan lain, kalimat 'mashlahat dakwah' harus dibuang jauh-jauh dari kamus para aktifis dakwah, karena ia telah memalingkan mereka dari tujuan dakwah yang mulia dan menjadi pintu masuk syaitan untuk menyesatkan mereka setelah gagal menjerumuskan mereka melalui pintu mashlahat pribadi."

Lebih lanjut Sayyid Quthb menambahkan :

"'Mashlahat dakwah' telah menjelma menjadi berhala, Ilaah yang diibadahi oleh para aktifis dakwah dan menjadikan mereka melupakan manhaj dakwah Rasul yang murni dan orisinal. Karena itu, wajib bagi setiap aktifis dakwah untuk tetap istiqomah di atas manhaj Rasulullah Shollallohu 'alaihi wasallam serta dengan sekuat tenaga menjaga agar tidak tergoda oleh segala bujuk rayu yang pada akhirnya justru akan menghancurkan bangunan dakwah yang telah mereka bina.

"Ketahuilah bahwa satu-satunya bahaya yang harus terus diwaspadai oleh para aktifis dakwah adalah penyimpangan dari manhaj dakwah Rasulullah Shollallohu 'alaihi wasallam dengan alasan apapun, sekecil apapun penyimpangan itu.


"Karena sesungguhnya Allah lah yang lebih Mengetahui tentang mashlahat dibandingkan mereka. Sedangkan mereka tidak dibebani sama sekali untuk mewujudkan mashlahat itu. Mereka hanya diwajibkan atas satu hal saja: agar tidak menyimpang sedikit pun dari Manhaj Rasulullah Shollallohu 'alaihi wasallam dan tidak menyerah kalah lalu meninggalkan jalan dakwah yang penuh berkah ini “. [2]

Inilah esensi kemenangan sejati. Kemenangan yang hanya bersandar kepada manhaj kenabian. Kemenangan yang terbebas dari pencampuran antara kepentingan dunia dan akhirat meski hidup penuh onak dan duri. Inilah ciri generasi rabbani sejati ya ikhwah. Seperti bagaimana Asy Syahid menjelaskannya di bab-bab terakhir dari kitab monumentalnya, Ma'alim fiththariqh.

Sesungguhnya nilai yang paling berharga di dalam neraca Allah Ta’ala adalah nilai aqidah. Sesuatu yang paling laris dalam perniagaan Allah adalah iman. Kemenangan yang paling bernilai di sisi Allah ialah kemenangan ruh atas kebendaan, kemenangan aqidah menghadapi sakit dan sengsara, kemenangan iman menempuh badai fitnah dan ujian.

Di dalam kisah pembunuhan beramai-ramai di dalam parit api (Ashabul Uhdud), yang kita perbincangkan ini, nyata sekali kemenangan orang-orang beriman itu mengalahkan perasaan takut dan sakit. Kemenangan mengatasi godaan-godaan duniawi, kemenangan menghadapi fitnah, kemenangan kehormatan dan harga diri umat manusia di sepanjang zaman. Inilah kemenangan sejati !”. [3]

[1] Wasiat ini pertama kali dirilis oleh Majalah Al Fikr Tunisia edisi VI Maret 1959 dengan judul “Cahaya dari Kejauhan”.

[2] Tafsir Fi Zilalil Qur’an Juz 4 halaman 2435, Al Qoul An Nafiis Fit Tahdzir Min Khodi’ati Iblis (Mashlahah Da’wah) karangan Syaikh Abu Muhammad Al Maqdisi halaman 60 - 61

NB: Wasiat-wasiat dari tulisan Asy Syahid Sayyid Quthb dicopy dari penggalan Tulisan Ustadz Fuad Al Haizmi dengan judul "Tuhan Baru Itu Bernama "Maslahat Dakwah". (Pz)

Friday, November 4, 2011

Persoalan Qurban

 HUKUM MENYEMBELIH QURBAN

 قال الله تعالى: فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Artinya: “Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berqurbanlah” (Qs Al-Kautsar 2).

 عَنْ أَنَسٍ قَالَ: ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ فَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صَفَاحِهِمَا يُسَمِّي وَيُكَبِّرُ فَذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ
(رواه البخاري
Artinya: Diriwayatkan dari Anas RA: ”Nabi menyembelih qurban dua ekor kambing kibasy yang warnanya putihnya lebih banyak dari hitamnya dan saya melihat Rasulullah SAW meletakkan kakinya di atas leher keduanya lalu membaca basmalah dan takbir lalu menyembelih keduanya dengan tangan beliau” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

 عَنِ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِكَبْشٍ أَقْرَنٍ يَطَأُ فِيْ سَوَادٍ وَيَبْرُكُ فِيْ سَوَادٍ وَيَنْظُرُ فِيْ سَوَادٍ فَأَتَيْ بِهِ لِيُضَحِّيَ بِهِ. فَقَالَ لَهَا: يَا عَائِشَةَ هَلُمِّي الْمَدِّيَةَ ثُمَّ قَالَ: اشْخِذِيْهَا بِحَجَرٍ. فَفَعَلَتْ ثُمَّ أَخَذَهَا وَأَخَذَ الْكَبْشَ فَأَضْجَعَهُ ثُمَّ ذَبَحَهُ ثُمَّ قَالَ: بِسْمِ اللهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَ مِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ. ثُمَّ ضَحَّى بِهِ

Artinya: Diriwayatkan dari ‘Aisyah RA bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW menyuruh membeli kambing kibasy yang bertanduk yang kaki-kakinya hitam perutnya hitam dan sekitar matanya hitam lalu disampaikan kepada beliau untuk qurban, maka beliau SAW bersabda kepada beliau (‘Aisyah): ”Wahai ‘Aisyah ambilkan pisau panjang”. Selanjutnya bersabda: ”Asahlah dia dengan batu asah”. Maka beliau (‘Aisyah) mengerjakan apa yang diperintahkan, kemudian Beliau SAW mengambil pisau itu dan mengambil kibasy itu lalu dibaringkan kemudian menyembelihnya sambil bersabda: ”Dengan nama Allah Ya Allah terimalah ini dari Muhammad dan dari keluarga Muhammad dan dari umat Muhammad. Kemudian berqurban dengannya” (HR Muslim).

Keterangan:

Hadits-hadits ini menerangkan bahwa hukum menyembelih qurban adalah sunnah. Sebagian besar ulama berpendapat sunnah mu’akkadah.

II. KEADAAN BINATANG YANG AKAN DIQURBANKAN
 عَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ تَذْبَحُوْا إِلاَّ مُسِنَّةً إِلاَّ أَنْ يَعْسِرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوْا جُذْعَةً مِنَ الضَّعْنِ
 (رواه مسلم)

 Artinya: Diriwayatkan dari Jaabir beliau berkata: ”Telah bersabda Rasulullah SAW: ”Janganlah kalian menyembelih qurban kecuali kambing yang sudah berumur 1 tahun apabila sukar didapat sembelihlah yang berumur 6 bulan dari jenis domba” (HR Muslim).

 عن عقبة بن عامر رضي الله عنه أن النبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أعطاه غنما يقسمها على صحابته فبقي عتود فذكره للنبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فقال: ضح به أنت

 (رواه البخاري)

 Artinya: Diriwayatkan dari ‘Uqbah bin ‘Amir RA. bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW diberi kambing lalu beliau membagi-bagikan di antara sahabat-sahabatnya dan masih sisa anak kambing kacang, lalu (di antara sahabatnya) menyampaikan hal itu kepada beliau SAW lalu bersabda kepadanya: ”Berqurbanlah kamu dengan anak kambing itu” (HR Bukhori).

 عَنْ عَلِيٍّ رضي الله عنه قَالَ: أَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَسْتَشْرِفَ الْعَيْنَ وَ اْلأُذُنَ وَأَلاَّ نُضَحِّيَ بِعَوْرَاءَ وَلاَ مُقَابَلَةٍ وَلاَ مُدَابَرَةٍ وَلاَ شَرْقَاءَ وَلاَ خَرْقَاءَ.

 (رواه النسائي صححه الألباني بالشواهد في إرواء)

Artinya: Diriwayatkan dari ‘Ali RA. beliau berkata: ”Rasulullah SAW menyuruh kami agar benar-benar meneliti (binatang untuk qurban) mata dan telinga dan kami dilarang menyembelih qurban binatang yang buta satu matanya, yang terpotong bagian ujung telinganya, yang terpotong bagian pangkal telinganya, yang pecah telinganya dan yang telinganya berlubang bulat”. (HR An-Nasaai, dishahihkan oleh Syaikh Albani dengan banyak syahid dalam kitab “Irwaak”).
( عَنْ عَلِيٍّ قَالَ: نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُضَحِّيَ بِمُقَابَلَةٍ أَوْ مُدَابَرَةٍ أَوْ شَرْقَاءُ أَوْ خَرْقَاءُ أَوْ جَدْعَاءُ (رواه ابن ماجه)

 Artinya: Diriwayatkan dari ‘Ali RA. beliau berkata: ”Rasulullah SAW melarang berqurban dengan menyembelih binatang yang terpotong bagian ujung telinganya, atau yang terpotong bagian pangkal telinganya, atau yang pecah telinganya atau yang di telinganya ada lubang bulat atau yang terpotong hidung, telinga dan bagian anggota badan lainnya”. (HR Ibnu Majah).

Keterangan:

Hadits-hadits yang tersebut di atas menerangkan bahwa binatang yang disembelih untuk ibadah qurban hendaklah domba yang berumur 1 tahun atau lebih bila sukar didapat boleh yang berumur 6 bulan atau kurang sedikit dari itu atau boleh juga anak kambing kacang yang sudah dapat mencari makan sendiri. Di samping itu binatang qurban tersebut harus utuh tidak boleh ada cacatnya baik di telinganya, hidungnya dan atau anggota badan lainnya.

III. WAKTU, CARA DAN TEMPAT MENYEMBELIH IBADAH QURBAN

 عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَلْيُعِدْ (رواه البخاري)

 Artinya: Diriwayatkan dari Anas beliau berkata: ”Telah bersabda Nabi SAW: ”Barangsiapa menyembelih (qurban) sebelum shalat (Idul Adha) hendaklah diulangi” (HR Al-Bukhari).

 عَنْ جُنْدُبٍ قَالَ: صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ النَّحْرِ ثُمَّ خَطَبَ ثُمَّ ذَبَحَ. فَقَالَ: مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيَذْبَحْ أُخْرَى مَكَانَهَا وَمَنْ لَمْ يَذْبَحْ فَلْيَذْبَحْ بِسْمِ اللهِ (رواه البخاري ومسلم)

. Artinya: Diriwayatkan dari Jundub berkata: ”Nabi SAW shalat di Hari Raya Idul Adha kemudian berkhutbah menyembelih qurban lalu bersabda: ”Barangsiapa yang menyembelih (qurban) sebelum shalat (Idul Adha) maka hendaklah ia menyembelih lainnya sebagai gantinya dan barangsiapa yang belum menyembelih hendaklah ia menyembelih dengan nama Allah” (HR Bukhori dan Muslim).

 عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَإِنَّمَا ذَبَحَ لِنَفْسِهِ وَ مَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلاَةِ فَقَدْ تَمَّ نُسُكُهُ وَأَصَابَ سُنَّةَ الْمُسْلِمِيْنَ

(رواه البخاري)

 Artinya: Diriwayatkan dari Anas RA. beliau berkata: ”Telah bersabda Nabi SAW: ”Barangsiapa yang menyembelih qurban sebelum sholat (Idul Adha) maka sesungguhnya ia hanya menyembelih untuk makanan dirinya saja dan barang siapa menyembelih setelah shalat (Idul Adha) benar-benar telah sempurna ibadah qurbannya dan telah menepati sunnah kaum muslimin” (HR Bukhori).

- عَنْ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: كُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيْقِ ذَبْحٌ (رواه أحمد)

 Artinya: Diriwayatkan dari Jubair bin Muth’im bahwa Nabi SAW bersabda: ”Tiap hari-hari Tasyrik adalah waktu menyembelih (qurban)” (HR Ahmad).

 عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِكَبْشٍ أَقَرْنٍ يَطَأُ فِيْ سَوَادٍ وَ يَبْرُكُ فِيْ سَوَادٍ وَ يَنْظُرُ فِيْ سَوَادٍ فَأَتَي بِه لِيُضَحِّيَ بِهِ فَقَالَ لَهَا: يَا عَائِشَةَ هَلُمِّي الْمَدِيَةَ ثُمَّ قَالَ: اشْحِذِيْهَا بِحَجَرٍ. فَفَعَلْتُ ثُمَّ أَخَذَهَا وَأَخَذَ الْكَبْشَ فَأَضْجَعَهُ ثُمَّ ذَبَحَهُ ثُمَّ قَالَ: بِسْمِ اللهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ. ثُمَّ ضَحَّى بِهِ (رواه مسلم)

. Artinya: Diriwayatkan dari ‘Aisyah bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW menyuruh membeli kambing kibasy yang bertanduk yang kaki-kakinya hitam perutnya hitam dan sekitar matanya hitam lalu disampaikan kepadanya untuk qurban, maka beliau SAW bersabda kepada beliau (‘Aisyah): ”Wahai ‘Aisyah ambilkan pisau panjang” . Selanjutnya bersabda: ”Asahlah dia dengan batu asah”. Maka beliau (‘Aisyah) mengerjakan apa yang diperintahkan, kemudian beliau SAW mengambil pisau itu dan mengambil kibasy itu lalu dibaringkan kemudian menyembelihnya sambil bersabda: ”Dengan Nama Allah, Ya Allah terimalah ini dari Muhammad dan dari keluarga Muhammad dan dari Umat Muhammad. Kemudian berqurban dengannya” (HR Muslim).

عَنْ أَنَسٍ قَالَ: ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ فَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صَفَاحِهِمَا يُسَمِّي وَيُكَبِّرْ فَذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ (رواه البخاري)

 Artinya: Diriwayatkan dari Anas RA. beliau berkata: ”Nabi menyembelih qurban 2 kambing kibasy yang warna putihnya lebih banyak dari hitamnya dan saya melihat beliau SAW meletakkan kakinya di atas leher keduanya lalu membaca basmalah dan takbir lalu menyembelih keduanya dengan tangannya” (HR Bukhori dan Muslim).

 عَنْ نَافِعٍ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ رضي الله عنهما أَخْبَرَهُ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْبَحُ وَيَنْحَرُ بِالْمُصَلَّى (رواه البخاري)

 Artinya: Diriwayatkan dari Naafi’ bahwa Ibnu Umar RA. memberitahu kepadanya lalu beliau berkata: ”Rasulullah SAW menyembelih dan berqurban di musholla” (HR Bukhari).

Keterangan:

Hadits-hadits yang tersebut di atas menerangkan tentang waktu, tempat dan cara menyembelih qurban sebagai berikut:

1. Waktu menyembelih qurban adalah setelah selesai shalat Idul Adha dan di hari-hari Tasyrik.

2. Cara menyembelih qurban ialah dengan menelentangkan binatang qurban yang akan disembelih lalu meletakkan telapak kaki di atas lehernya lalu menyembelihnya sambil membaca basmalah dan takbir. Boleh pula dengan mengucap yang artinya: ”Ya Allah terimalah ini dari … (nama yang berqurban) dan dari keluarga …(nama yang berqurban).

3. Tempat menyembelih binatang qurban sebaiknya di musholla (lapangan tempat shalat Idul Adha).

IV. MAKAN DAGING QURBAN DAN MENYIMPANNYA

 عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ حَدَّثَنَا عَطَاءٌ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللهِ رضي الله عَنْهُمَا يَقُوْلُ: كُنَّا لاَ نَأْكُلُ مِنْ لُحُوْمِ بَدَنِنَا فَوْقَ ثَلاَثِ مِنَى فَرَخَّصَ لَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: كُلُوْا وَتَزَوَّدُوْا. فَأَكَلْنَا وَتَزَوَّدْنَا (رواه البخاري)

. Artinya: Diriwayatkan dari Juraid (beliau berkata): ”Telah mengabarkan kepada kami Atok beliau mendengar Jaabir bin Abdullah RA. berkata: ”Kami dahulu tidak mau makan daging qurban kami lebih dari 3 hari Mina (yakni hari-hari Tasyrik), lalu Nabi SAW memberi rukhshah/keringanan kepada kami”. Beliau SAW bersabda: ”Makan dan ambillah untuk bekal”. Maka sejak itu kami makan dan mengambilnya untuk bekal (menyimpannya meskipun setelah 3 hari Tasyrik)” (HR Bukhari).

- عَنْ عَمْرَةٍ قَالَ: سَمِعْتُ عَائِشَةَ تَقُوْلُ: دَفَّ أَهْلُ أَبْيَاتٍ مِنْ أَهْلِ الْبَادِيَةِ حَضْرَةَ اْلأَضْحَى زَمَنَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ادَّخِرُوْا ثَلاَثًا ثُمَّ تَصَدَّقُوْا بِمَا بَقِيَ.فَلَمَّا كَانَ بَعْدَ ذَلِكَ قَالُوْا: يَارَسُوْلَ اللهِ إِنَّ النَّاسَ يَتَّخِذُوْنَ اْلأَسْقِيَةَ مِنْ ضَحَايَاهُمْ وَيُجْمِلُوْنَ مِنْهَا الْوَدْكَ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَمَا ذَاكَ؟ قَالُوْا: نَهَيْتُ أَنْ نَأْكُلَ لُحُوْمَ ضَحَايَا بَعْدَ ثَلاَثٍ. فَقَالَ: إِنَّمَا نَهَيْتُكُمْ مِنْ أَجْلِ دَافَّةٍ الَّتِي دَفَّتْ فَكُلُوْا وَادَّخِرُوْا وَ تَصَدَّقُوْا (رواه مسلم)

 Artinya: Diriwayatkan dari Amroh RA. beliau berkata: ”Saya telah mendengar ‘Aisyah RA. berkata: ”Pada zaman Rasulullah SAW datang rombongan orang-orang Arab miskin dari pedalaman di tempat penyembelihan qurban, maka ketika itu Rasulullah SAW bersabda: ”Simpanlah daging qurbanmu 3 hari saja setelah itu sisanya sedekahkan (jangan ada yang disimpan)”. Setelah itu mereka berkata: ”Wahai Rasulullah orang-orang sama menggunakan kulit qurban mereka untuk menyimpan air minum dengan mencairkan gajih-gajihnya”. Maka Rasulullah SAW pun bertanya: ”Mengapa begitu?” Mereka menjawab: ”Sebab tuan telah melarang daging-daging qurban mereka setelah 3 hari (yakni hari-hari Tasyrik)”. Maka beliau SAW bersabda: ”Sebenarnya kami melarang kamu hal itu untuk orang-orang miskin yang datang itu maka makanlah, simpanlah dan sedekahkanlah kapan saja” (HR Muslim).

Keterangan:

Hadits-hadits yang tersebut di atas menerangkan bahwa daging qurban boleh dimakan oleh orang yang berqurban, boleh disimpan dan boleh disedekahkan kapan saja meskipun setelah hari-hari Tasyrik habis.

V. BERKONGSI DALAM QURBAN UNTA ATAU LEMBU

 عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ: نَحَرْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْحُدَيْبِيَّةَ الْبُدْنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ (رواه مسلم)

 Artinya: Diriwayatkan dari Abdullah bin Zubair beliau berkata: ”Kami bersama Rasulullah menyembelih unta besar dan gemuk berserikat 7 orang dan menyembelih lembu berserikat 7 orang untuk qurban pada tahun Hudaibiyah” (HR Muslim).

 عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ سَفَرٍ فَحَضَرَ اْلأَضْحَى فَاشْتَرَكْنَا فِي الْبَقَرَةِ سَبْعَةٌ وَ فِي الْجُزُوْرِ عَشْرَةٌ (رواه النسائي)

 Artinya: Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA. beliau berkata: ”Kami bepergian bersama Nabi SAW ketika itu datanglah waktu Idul Adha, maka kami berserikat 7 orang menyembelih qurban lembu dan berserikat 10 orang menyembelih qurban unta” (HR An-Nasa’i).

Keterangan:

Hadits-hadits yang tersebut di atas menerangkan bahwa kita boleh berqurban lembu dengan berserikat 7 orang dan berqurban unta dengan berserikat 7 atau 10 orang.

VI. DAGING ATAU KULIT BINATANG QURBAN TIDAK BOLEH DIUPAH PADA TUKANG SEMBELIHNYA.

 عَنْ عَلِيٍّ رضي الله عنه أَنَّ النَّبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهُ أَنْ يَقُوْمَ عَلَى بَدَنِهِ وَأَنْ يُقَسِّمَ بَدَنَهُ كُلَّهَا لُحُوْمَهَا وَجُلُوْدَهَا وَجَلاَلَهَا وَلاَ يُعْطِي فِيْ جَزَارَتِهَا شَيْئًا (رواه البخاري)

 Artinya: Diriwayatkan dari ‘Ali RA. bahwa Nabi SAW memerintahkan beliau untuk menyembelih unta qurban dan membagi-bagikan semua dagingnya, kulitnya dan kain penutupnya dan tidak memberi tukang sembelih sesuatupun baik daging dan kulitnya sebagai upahnya” (HR Bukhari).

 عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهُ أَنْ يَقُوْمَ عَلَى بَدَنِهِ وَأَمَرَهُ أَنْ يُقَسِّمَ بَدَنَهُ كُلَّهَا لُحُوْمَهَا وَ جُلُوْدَهَا وَجَلاَلَهَا فِي الْمَسَاكِيْنِ وَلاَ يُعْطِي فِيْ جَزَارَتِهَا مِنْهَا شَيْئًا (رواه مسلم)

. Artinya: Diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalib RA. bahwa Nabi SAW memerintahkan beliau untuk mewakili beliau menyelenggarakan penyembelihan qurban dan beliau SAW memerintahkan dia (‘Ali RA.) agar membagi-bagi binatang qurban itu baik daging-dagingnya, kulit-kulitnya dan pakaian-pakaian binatang itu kepada fakir miskin dan tukang sembelihnya tidak diberi sesuatu pun dari binatang itu sebagai upahnya” (HR Muslim).

 عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُذْرِيِّ أَنَّ قَتَادَةَ بْنَ النُّعْمَانِ أَخْبَرَهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ فَقَالَ: إِنِّي كُنْتُ أَمَرْتُكُمْ أَلاَّ تَأْكُلُوا اْلأَضَاحِى فَوْقَ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ لِتَسَعَكُمْ وَإِنِّي أُحِلُّهُ لَكُمْ فَكُلُوْا مِنْهُ مَا شِئْتُمْ وَلاَ تَبِيْعُوْا لُحُوْمَ الْهَدْيِ وَاْلأَضَاحِي فَكُلُوْا وَتَصَدَّقُوْا وَاسْتَمْتِعُوْا بِجُلُوْدِهَا وَلاَ تَبِيْعُوْهَا وَإِنْ أَطْعَمْتُمْ مِنْ لَحْمِهَا فَكُلُوْا إِنْ شِئْتُمْ (رواه أحمد)

 Artinya: Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudriy bahwa sesungguhnya Qotadah bin Nu’man memberitahu kepadanya bahwa Nabi SAW berdiri lalu bersabda: ”Sesungguhnya dahulu saya memerintahkan agar kamu jangan makan daging qurban setelah 3 hari (yakni sehabis hari-hari Tasyrik) untuk melapangkan kamu, dan sekarang saya halalkan bagimu maka makanlah daripadanya semau kamu dan jangan kalian menjual daging Hadyu (qurbannya orang haji) dan jangan pula daging qurban maka makanlah bersedekahlah dan nikmatilah kulit-kulitnya dan janganlah kamu jual dia (kulit itu), kalau kamu memberi makan dari sebagian daging-dagingnya maka makanlah (sebagian lainnya) sesuka kamu” (HR Ahmad).

Keterangan:

Hadits-hadits yang tersebut di atas menerangkan bahwa tukang sembelih binatang qurban tidak boleh diberi dari bagian binatang qurban itu baik dagingnya, kulitnya atau pakaian binatang itu sebagai upah menyembelihnya. Tapi boleh diberi sebagai sedekah. Dan juga menerangkan bahwa daging dan kulit binatang qurban tidak boleh dijual.

VII. HAL-HAL YANG PERLU DIJAUHI OLEH ORANG YANG BERNIAT BERQURBAN SETELAH MASUK PADA AWAL BULAN DZULHIJJAH SAMPAI PELAKSANAAN QURBAN.

 عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِي الْجِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ (رواه مسلم)

 Artinya: Diriwayatkan dari Ummu Salamah RA. bahwa Nabi SAW telah bersabda: ”Apabila kalian melihat hilal Dzulhijjah dan kalian berniat untuk berqurban hendaknya ia menahan untuk tidak mencukur/memotong rambut dan memotong kuku (sampai pelaksanaan qurban)” (HR Muslim).

 عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّ رَسولَ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرَ فَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّي فَلاَ يَمَسُّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ بَشَرِهِ شَيْئًا. (رواه النسائي)

. Artinya: Diriwayatkan dari Ummu Salamah RA. bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: ”Apabila kamu sudah memasuki 10 hari (yakni dari tarikh 1 sampai 10 Dzulhijjah) dan salah satu dari kamu berniat untuk berqurban janganlah ia sekali-kali menyentuh rambutnya sedikitpun (yakni untuk dicukur atau dipotong)” (HR An-Nasaai).

Keterangan:

Hadits-hadits yang tersebut di atas menerangkan bahwa orang yang berniat menyembelih qurban hendaklah menahan untuk tidak memotong/mencukur rambut di badannya dan tidak memotong kukunya sejak awal bulan Dzulhijjah sampai pelaksanaan qurban.

KESIMPULAN

Ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits yang tersebut di atas memberi pelajaran kepada kita tentang syariat qurban sebagai berikut:

1. Hukum menyembelih qurban adalah sunnah. Sebagian ulama berpendapat sunnah mu’akkadah. (Dalil 1,2 dan 3).

2. Binatang yang diqurbankan hendaklah yang berumur 1 tahun atau lebih, bila sulit didapat boleh domba yang berumur 6 bulan atau kurang sedikit dan boleh pula anak kambing kacang yang sudah dapat mencari makanan sendiri dan tidak boleh ada yang cacat baik telinga, hidung dan anggota badan lainnya. (Dalil 4,5,6 dan 7).

3. Waktu menyembelih binatang qurban ialah setelah sholat Idul Adha dan boleh dilanjutkan pada hari-hari Tasyrik. (Dalil 8,9,10 dan 11).

4. Cara menyembelih qurban ialah dengan menelentangkan binatang qurban yang akan disembelih itu lalu meletakkan telapak kaki di atas lehernya lalu menyembelihnya sambil membaca basmalah dan takbir. Boleh pula dengan mengucap (yang artinya): ”Ya Allah terimalah ini dari …(nama yang berqurban) dan dari keluarga …(nama yang berqurban). (Dalil 12 dan 13).

5. Tempat menyembelih binatang qurban boleh dimana saja tapi sebaiknya di Musholla (lapangan tempat sholat Idul Adha). (Dalil 14).

6. Daging binatang qurban sebaiknya sebagian dimakan sendiri dan lainnya dishodaqohkan kepada fakir miskin meskipun pelaksanaannya setelah hari-hari Tasyrik. (Dalil 14,15 dan 16).

7. Berqurban lembu boleh berserikat 7 orang dan berqurban unta boleh berserikat 7 atau 10 orang. (Dalil 17 dan 18).

8. Daging binatang qurban, kulitnya dan pakaiannya tidak boleh untuk upah yang menyembelih dan tidak boleh dijual. (Dalil 19,20 dan 21).

9. Orang yang berniat menyembelih qurban hendaklah menahan untuk tidak memotong/mencukur rambut di badannya dan memotong kukunya sejak awal zulhijjah.