Saturday, November 5, 2011

Wasiat Asyyahid Syed Quthb

Ikhwahfillah rahimakumullah, hidup ini adalah sebuah jalan dimana kita akan dihadapkan pelbagaan tentangan dan dugaan terhadap tauhid kita. Manusia diciptakan dengan penuh kelalaian lagi kehinaan. Ia bersimpul dalam diri kita. Mengakar kuat dalam ulu hati. Manusia-manusia Rabbani yang menjadikan tauhid sebagai esensi dalam dirinya kemudian harus sedar bahwa hanya kepadaNyalah kelemahan itu akan tertutupi jika kita senantiasa berpegang kepada tali buhul yang tak akan putus, yakni tali tauhid untuk hanya mengamba di jalan Allahuta'la.

Ikhwahfilah rahimakumullah, Asy Syahid Sayyid Quthb pernah menggariskan, bahwa dakwah pasti akan mengalami benturan, dimana kekuatan Al Haqq akan berkonfrontasi dengan Al Bathil. Di sini, Islam tidak dapat mengambil jalan damai, meletakkan Kebenaran untuk berkompromi dgn kebathilan. Memadukan thesa dan anthithesa antara Islam dengan kejahiliyahan. Simpul-simpul Rabbani itu justru akan menguat seiring Islam lebih memilih untuk tunduk di jalan Kemuliaan, dan menremehkan nikmat hina-dina itu.

Fitnah kemenangan akhir zaman inilah yang mesti diawasi oleh aktivisfis dakwah. Ia sesuai dengan bagaimana Rasulullah SAW bersabda,“Sesungguhnya di kalangan kamu nanti akan tertanam kemahuan besar kedudukan (politik) dalam kerajaan.

Sesungguhnya yang demikian itu akan menjadikan kamu menyesal dan susah pada Hari Kiamat; Sebaik-baik ibu adalah yang mahu menyusui anak (artinya sebaik-baik pemimpin adalah yang memperhatikan kepentingan rakyat), dan seburuk-buruk ibu adalah ibu yang tidak mau menyusui anaknya (artinya seburuk-buruk pemimpin adalah pemimpin yang tidak memerhatikan kepentingan rakyat). (Riwayat Bukhari dan Nasa’i).

Ikhwah fillah, tulisan ini lahir dari sebuah kajian Asy Syahid, tentang cobaan dakwah yang akan senantiasa melingkupi tiap diri kita. Sebuah diri yang menasbihkan semata-mata mengabdikan hidup kepada Allahuta'ala meski kemenangan seakan-akan sudah di depan mata.

Dalam surat wasiat [1] untuk adiknya, Aminah Quthub, Asy Syahid Sayyid Quthb Rahimakumullah menulis :

“Sulit bagi saya membayangkan bagaimana mungkin kita akan sampai pada tujuan mulia dengan menggunakan wasilah (alat bantu/perantaraan) yang kotor. Tujuan yang mulia hanya akan hidup di dalam hati nurani yang mulia pula. Karenanya, bagaimana mungkin nurani yang mulia itu mau menggunakan wasilah busuk lagi kotor. Atau –yang lebih ironis lagi- bahkan mendambakan hidayah dan pertolongan Allah melalui wasilah busuk itu ?

"Ketika kita telah tersesat dalam sebuah penyimpangan, sebagai dampak dari lumpur kesalahan yang kita lalui, maka tidak terelakkan lagi kita pasti akan berada dalam penyelewengan yang sangat kotor. Karena jalan yang penuh dengan lumpur pasti akan meninggalkan bekas kotor pada kaki orang-orang yang melewatinya. Demikian pula halnya dengan wasilah yang kotor, pastilah akan menimbulkan noda hitam yang akan terus menempel dan meninggalkan bekas kekotoran pada jiwa kita serta pada tujuan yang akan kita capai”.

Dalam Tafsir Fi Zilalil Qur’an, menjelaskan surah Al Hajj ayat 52, yang artinya

“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang Rasul pun dan tidak (pula) seorang Nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syaitan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu. Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat- Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS Al Hajj 52)

Sayyid Quthub Rahimakumullah mengatakan :

“Panasnya pergolakan dan kecamuk pertarungan telah mendorong para aktifis dakwah sepeninggal Rasulullah Shollallohu 'alaihi wasallam untuk terus merupaya menegakkan Risalah ini. Namun di sisi lain tidak sedikit dari mereka yang kemudian mengambil jalan pintas dengan menggunakan berbagai wasilah, strategi dan metode yang melenceng dari kaidah dan manhaj dakwah yang telah dicontohkan oleh Rasulullah. Hal itu tidak lain disebabkan oleh ketergesa-gesaan dan ketidak sabaran untuk segera memperoleh kemenangan dan keberhasilan dakwah mereka.

"Jalan pintas itu adalah hasil ijtihad mereka atas apa yang mereka sebut dengan 'mashlahat dakwah'. Padahal yang dimaksud dengan mashlahat dakwah yang sebenarnya adalah sikap istiqomah dari para pengemban amanah dakwah agar senantiasa berada di atas manhaj dakwah yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Shollallohu 'alaihi wasallam tanpa sedikit pun tergoda untuk berpaling darinya walau selangkah pun. Adapun hasil akhir dari dakwah adalah perkara ghaib yang tidak ada satupun yang tahu kecuali Allah Azza Wa Jalla wa Jalla.

"Dengan demikian tidak selayaknya bagi para aktifis dakwah menjadikan hasil akhir sebagai tolok ukur dan tujuan utama dakwah mereka. Kewajiban mereka hanyalah menegakkan dakwah di atas manhaj yang lurus dan bersih dari berbagai penyimpangan, seraya bertawakkal dan menyerahkan seluruh hasil usaha yang telah dilakukan dengan penuh istiqomah kepada Allah Azza Wa Jalla wa Jalla. Jika ini telah dilakukan, niscaya kebaikan lah yang akan diperoleh, apapun hasil yang dicapai.

"Ayat di atas mengingatkan mereka bahwa syaitan tidak akan pernah berhenti menghembuskan tipu daya dan godaan-godaannya terhadap para aktifis dakwah. Allah telah melindungi para Rasul dan nabi yang ma’shum sehingga mereka mampu membebaskan diri dari setiap tipu daya syaitan dan tetap istiqomah pada manhaj dakwah yang lurus. Namun tidak demikian halnya dengan para aktifis dakwah setelah mereka. Karena itu sudah seyogyanya bagi setiap aktifis dakwah agar berhati-hati dan waspada terhadap godaan syaitan ini dan tidak memberi kesempatan sedikit pun kepada syaitan untuk menjerumuskan mereka ke dalam kesesatan disebabkan oleh besarnya keinginan untuk segera mencapai keberhasilan dakwah dan memberikan 'mashlahat' bagi umat Islam.

"Tidak ada jalan lain, kalimat 'mashlahat dakwah' harus dibuang jauh-jauh dari kamus para aktifis dakwah, karena ia telah memalingkan mereka dari tujuan dakwah yang mulia dan menjadi pintu masuk syaitan untuk menyesatkan mereka setelah gagal menjerumuskan mereka melalui pintu mashlahat pribadi."

Lebih lanjut Sayyid Quthb menambahkan :

"'Mashlahat dakwah' telah menjelma menjadi berhala, Ilaah yang diibadahi oleh para aktifis dakwah dan menjadikan mereka melupakan manhaj dakwah Rasul yang murni dan orisinal. Karena itu, wajib bagi setiap aktifis dakwah untuk tetap istiqomah di atas manhaj Rasulullah Shollallohu 'alaihi wasallam serta dengan sekuat tenaga menjaga agar tidak tergoda oleh segala bujuk rayu yang pada akhirnya justru akan menghancurkan bangunan dakwah yang telah mereka bina.

"Ketahuilah bahwa satu-satunya bahaya yang harus terus diwaspadai oleh para aktifis dakwah adalah penyimpangan dari manhaj dakwah Rasulullah Shollallohu 'alaihi wasallam dengan alasan apapun, sekecil apapun penyimpangan itu.


"Karena sesungguhnya Allah lah yang lebih Mengetahui tentang mashlahat dibandingkan mereka. Sedangkan mereka tidak dibebani sama sekali untuk mewujudkan mashlahat itu. Mereka hanya diwajibkan atas satu hal saja: agar tidak menyimpang sedikit pun dari Manhaj Rasulullah Shollallohu 'alaihi wasallam dan tidak menyerah kalah lalu meninggalkan jalan dakwah yang penuh berkah ini “. [2]

Inilah esensi kemenangan sejati. Kemenangan yang hanya bersandar kepada manhaj kenabian. Kemenangan yang terbebas dari pencampuran antara kepentingan dunia dan akhirat meski hidup penuh onak dan duri. Inilah ciri generasi rabbani sejati ya ikhwah. Seperti bagaimana Asy Syahid menjelaskannya di bab-bab terakhir dari kitab monumentalnya, Ma'alim fiththariqh.

Sesungguhnya nilai yang paling berharga di dalam neraca Allah Ta’ala adalah nilai aqidah. Sesuatu yang paling laris dalam perniagaan Allah adalah iman. Kemenangan yang paling bernilai di sisi Allah ialah kemenangan ruh atas kebendaan, kemenangan aqidah menghadapi sakit dan sengsara, kemenangan iman menempuh badai fitnah dan ujian.

Di dalam kisah pembunuhan beramai-ramai di dalam parit api (Ashabul Uhdud), yang kita perbincangkan ini, nyata sekali kemenangan orang-orang beriman itu mengalahkan perasaan takut dan sakit. Kemenangan mengatasi godaan-godaan duniawi, kemenangan menghadapi fitnah, kemenangan kehormatan dan harga diri umat manusia di sepanjang zaman. Inilah kemenangan sejati !”. [3]

[1] Wasiat ini pertama kali dirilis oleh Majalah Al Fikr Tunisia edisi VI Maret 1959 dengan judul “Cahaya dari Kejauhan”.

[2] Tafsir Fi Zilalil Qur’an Juz 4 halaman 2435, Al Qoul An Nafiis Fit Tahdzir Min Khodi’ati Iblis (Mashlahah Da’wah) karangan Syaikh Abu Muhammad Al Maqdisi halaman 60 - 61

NB: Wasiat-wasiat dari tulisan Asy Syahid Sayyid Quthb dicopy dari penggalan Tulisan Ustadz Fuad Al Haizmi dengan judul "Tuhan Baru Itu Bernama "Maslahat Dakwah". (Pz)

Friday, November 4, 2011

Persoalan Qurban

 HUKUM MENYEMBELIH QURBAN

 قال الله تعالى: فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Artinya: “Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berqurbanlah” (Qs Al-Kautsar 2).

 عَنْ أَنَسٍ قَالَ: ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ فَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صَفَاحِهِمَا يُسَمِّي وَيُكَبِّرُ فَذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ
(رواه البخاري
Artinya: Diriwayatkan dari Anas RA: ”Nabi menyembelih qurban dua ekor kambing kibasy yang warnanya putihnya lebih banyak dari hitamnya dan saya melihat Rasulullah SAW meletakkan kakinya di atas leher keduanya lalu membaca basmalah dan takbir lalu menyembelih keduanya dengan tangan beliau” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

 عَنِ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِكَبْشٍ أَقْرَنٍ يَطَأُ فِيْ سَوَادٍ وَيَبْرُكُ فِيْ سَوَادٍ وَيَنْظُرُ فِيْ سَوَادٍ فَأَتَيْ بِهِ لِيُضَحِّيَ بِهِ. فَقَالَ لَهَا: يَا عَائِشَةَ هَلُمِّي الْمَدِّيَةَ ثُمَّ قَالَ: اشْخِذِيْهَا بِحَجَرٍ. فَفَعَلَتْ ثُمَّ أَخَذَهَا وَأَخَذَ الْكَبْشَ فَأَضْجَعَهُ ثُمَّ ذَبَحَهُ ثُمَّ قَالَ: بِسْمِ اللهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَ مِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ. ثُمَّ ضَحَّى بِهِ

Artinya: Diriwayatkan dari ‘Aisyah RA bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW menyuruh membeli kambing kibasy yang bertanduk yang kaki-kakinya hitam perutnya hitam dan sekitar matanya hitam lalu disampaikan kepada beliau untuk qurban, maka beliau SAW bersabda kepada beliau (‘Aisyah): ”Wahai ‘Aisyah ambilkan pisau panjang”. Selanjutnya bersabda: ”Asahlah dia dengan batu asah”. Maka beliau (‘Aisyah) mengerjakan apa yang diperintahkan, kemudian Beliau SAW mengambil pisau itu dan mengambil kibasy itu lalu dibaringkan kemudian menyembelihnya sambil bersabda: ”Dengan nama Allah Ya Allah terimalah ini dari Muhammad dan dari keluarga Muhammad dan dari umat Muhammad. Kemudian berqurban dengannya” (HR Muslim).

Keterangan:

Hadits-hadits ini menerangkan bahwa hukum menyembelih qurban adalah sunnah. Sebagian besar ulama berpendapat sunnah mu’akkadah.

II. KEADAAN BINATANG YANG AKAN DIQURBANKAN
 عَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ تَذْبَحُوْا إِلاَّ مُسِنَّةً إِلاَّ أَنْ يَعْسِرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوْا جُذْعَةً مِنَ الضَّعْنِ
 (رواه مسلم)

 Artinya: Diriwayatkan dari Jaabir beliau berkata: ”Telah bersabda Rasulullah SAW: ”Janganlah kalian menyembelih qurban kecuali kambing yang sudah berumur 1 tahun apabila sukar didapat sembelihlah yang berumur 6 bulan dari jenis domba” (HR Muslim).

 عن عقبة بن عامر رضي الله عنه أن النبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أعطاه غنما يقسمها على صحابته فبقي عتود فذكره للنبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فقال: ضح به أنت

 (رواه البخاري)

 Artinya: Diriwayatkan dari ‘Uqbah bin ‘Amir RA. bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW diberi kambing lalu beliau membagi-bagikan di antara sahabat-sahabatnya dan masih sisa anak kambing kacang, lalu (di antara sahabatnya) menyampaikan hal itu kepada beliau SAW lalu bersabda kepadanya: ”Berqurbanlah kamu dengan anak kambing itu” (HR Bukhori).

 عَنْ عَلِيٍّ رضي الله عنه قَالَ: أَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَسْتَشْرِفَ الْعَيْنَ وَ اْلأُذُنَ وَأَلاَّ نُضَحِّيَ بِعَوْرَاءَ وَلاَ مُقَابَلَةٍ وَلاَ مُدَابَرَةٍ وَلاَ شَرْقَاءَ وَلاَ خَرْقَاءَ.

 (رواه النسائي صححه الألباني بالشواهد في إرواء)

Artinya: Diriwayatkan dari ‘Ali RA. beliau berkata: ”Rasulullah SAW menyuruh kami agar benar-benar meneliti (binatang untuk qurban) mata dan telinga dan kami dilarang menyembelih qurban binatang yang buta satu matanya, yang terpotong bagian ujung telinganya, yang terpotong bagian pangkal telinganya, yang pecah telinganya dan yang telinganya berlubang bulat”. (HR An-Nasaai, dishahihkan oleh Syaikh Albani dengan banyak syahid dalam kitab “Irwaak”).
( عَنْ عَلِيٍّ قَالَ: نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُضَحِّيَ بِمُقَابَلَةٍ أَوْ مُدَابَرَةٍ أَوْ شَرْقَاءُ أَوْ خَرْقَاءُ أَوْ جَدْعَاءُ (رواه ابن ماجه)

 Artinya: Diriwayatkan dari ‘Ali RA. beliau berkata: ”Rasulullah SAW melarang berqurban dengan menyembelih binatang yang terpotong bagian ujung telinganya, atau yang terpotong bagian pangkal telinganya, atau yang pecah telinganya atau yang di telinganya ada lubang bulat atau yang terpotong hidung, telinga dan bagian anggota badan lainnya”. (HR Ibnu Majah).

Keterangan:

Hadits-hadits yang tersebut di atas menerangkan bahwa binatang yang disembelih untuk ibadah qurban hendaklah domba yang berumur 1 tahun atau lebih bila sukar didapat boleh yang berumur 6 bulan atau kurang sedikit dari itu atau boleh juga anak kambing kacang yang sudah dapat mencari makan sendiri. Di samping itu binatang qurban tersebut harus utuh tidak boleh ada cacatnya baik di telinganya, hidungnya dan atau anggota badan lainnya.

III. WAKTU, CARA DAN TEMPAT MENYEMBELIH IBADAH QURBAN

 عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَلْيُعِدْ (رواه البخاري)

 Artinya: Diriwayatkan dari Anas beliau berkata: ”Telah bersabda Nabi SAW: ”Barangsiapa menyembelih (qurban) sebelum shalat (Idul Adha) hendaklah diulangi” (HR Al-Bukhari).

 عَنْ جُنْدُبٍ قَالَ: صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ النَّحْرِ ثُمَّ خَطَبَ ثُمَّ ذَبَحَ. فَقَالَ: مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيَذْبَحْ أُخْرَى مَكَانَهَا وَمَنْ لَمْ يَذْبَحْ فَلْيَذْبَحْ بِسْمِ اللهِ (رواه البخاري ومسلم)

. Artinya: Diriwayatkan dari Jundub berkata: ”Nabi SAW shalat di Hari Raya Idul Adha kemudian berkhutbah menyembelih qurban lalu bersabda: ”Barangsiapa yang menyembelih (qurban) sebelum shalat (Idul Adha) maka hendaklah ia menyembelih lainnya sebagai gantinya dan barangsiapa yang belum menyembelih hendaklah ia menyembelih dengan nama Allah” (HR Bukhori dan Muslim).

 عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَإِنَّمَا ذَبَحَ لِنَفْسِهِ وَ مَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلاَةِ فَقَدْ تَمَّ نُسُكُهُ وَأَصَابَ سُنَّةَ الْمُسْلِمِيْنَ

(رواه البخاري)

 Artinya: Diriwayatkan dari Anas RA. beliau berkata: ”Telah bersabda Nabi SAW: ”Barangsiapa yang menyembelih qurban sebelum sholat (Idul Adha) maka sesungguhnya ia hanya menyembelih untuk makanan dirinya saja dan barang siapa menyembelih setelah shalat (Idul Adha) benar-benar telah sempurna ibadah qurbannya dan telah menepati sunnah kaum muslimin” (HR Bukhori).

- عَنْ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: كُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيْقِ ذَبْحٌ (رواه أحمد)

 Artinya: Diriwayatkan dari Jubair bin Muth’im bahwa Nabi SAW bersabda: ”Tiap hari-hari Tasyrik adalah waktu menyembelih (qurban)” (HR Ahmad).

 عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِكَبْشٍ أَقَرْنٍ يَطَأُ فِيْ سَوَادٍ وَ يَبْرُكُ فِيْ سَوَادٍ وَ يَنْظُرُ فِيْ سَوَادٍ فَأَتَي بِه لِيُضَحِّيَ بِهِ فَقَالَ لَهَا: يَا عَائِشَةَ هَلُمِّي الْمَدِيَةَ ثُمَّ قَالَ: اشْحِذِيْهَا بِحَجَرٍ. فَفَعَلْتُ ثُمَّ أَخَذَهَا وَأَخَذَ الْكَبْشَ فَأَضْجَعَهُ ثُمَّ ذَبَحَهُ ثُمَّ قَالَ: بِسْمِ اللهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ. ثُمَّ ضَحَّى بِهِ (رواه مسلم)

. Artinya: Diriwayatkan dari ‘Aisyah bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW menyuruh membeli kambing kibasy yang bertanduk yang kaki-kakinya hitam perutnya hitam dan sekitar matanya hitam lalu disampaikan kepadanya untuk qurban, maka beliau SAW bersabda kepada beliau (‘Aisyah): ”Wahai ‘Aisyah ambilkan pisau panjang” . Selanjutnya bersabda: ”Asahlah dia dengan batu asah”. Maka beliau (‘Aisyah) mengerjakan apa yang diperintahkan, kemudian beliau SAW mengambil pisau itu dan mengambil kibasy itu lalu dibaringkan kemudian menyembelihnya sambil bersabda: ”Dengan Nama Allah, Ya Allah terimalah ini dari Muhammad dan dari keluarga Muhammad dan dari Umat Muhammad. Kemudian berqurban dengannya” (HR Muslim).

عَنْ أَنَسٍ قَالَ: ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ فَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صَفَاحِهِمَا يُسَمِّي وَيُكَبِّرْ فَذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ (رواه البخاري)

 Artinya: Diriwayatkan dari Anas RA. beliau berkata: ”Nabi menyembelih qurban 2 kambing kibasy yang warna putihnya lebih banyak dari hitamnya dan saya melihat beliau SAW meletakkan kakinya di atas leher keduanya lalu membaca basmalah dan takbir lalu menyembelih keduanya dengan tangannya” (HR Bukhori dan Muslim).

 عَنْ نَافِعٍ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ رضي الله عنهما أَخْبَرَهُ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْبَحُ وَيَنْحَرُ بِالْمُصَلَّى (رواه البخاري)

 Artinya: Diriwayatkan dari Naafi’ bahwa Ibnu Umar RA. memberitahu kepadanya lalu beliau berkata: ”Rasulullah SAW menyembelih dan berqurban di musholla” (HR Bukhari).

Keterangan:

Hadits-hadits yang tersebut di atas menerangkan tentang waktu, tempat dan cara menyembelih qurban sebagai berikut:

1. Waktu menyembelih qurban adalah setelah selesai shalat Idul Adha dan di hari-hari Tasyrik.

2. Cara menyembelih qurban ialah dengan menelentangkan binatang qurban yang akan disembelih lalu meletakkan telapak kaki di atas lehernya lalu menyembelihnya sambil membaca basmalah dan takbir. Boleh pula dengan mengucap yang artinya: ”Ya Allah terimalah ini dari … (nama yang berqurban) dan dari keluarga …(nama yang berqurban).

3. Tempat menyembelih binatang qurban sebaiknya di musholla (lapangan tempat shalat Idul Adha).

IV. MAKAN DAGING QURBAN DAN MENYIMPANNYA

 عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ حَدَّثَنَا عَطَاءٌ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللهِ رضي الله عَنْهُمَا يَقُوْلُ: كُنَّا لاَ نَأْكُلُ مِنْ لُحُوْمِ بَدَنِنَا فَوْقَ ثَلاَثِ مِنَى فَرَخَّصَ لَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: كُلُوْا وَتَزَوَّدُوْا. فَأَكَلْنَا وَتَزَوَّدْنَا (رواه البخاري)

. Artinya: Diriwayatkan dari Juraid (beliau berkata): ”Telah mengabarkan kepada kami Atok beliau mendengar Jaabir bin Abdullah RA. berkata: ”Kami dahulu tidak mau makan daging qurban kami lebih dari 3 hari Mina (yakni hari-hari Tasyrik), lalu Nabi SAW memberi rukhshah/keringanan kepada kami”. Beliau SAW bersabda: ”Makan dan ambillah untuk bekal”. Maka sejak itu kami makan dan mengambilnya untuk bekal (menyimpannya meskipun setelah 3 hari Tasyrik)” (HR Bukhari).

- عَنْ عَمْرَةٍ قَالَ: سَمِعْتُ عَائِشَةَ تَقُوْلُ: دَفَّ أَهْلُ أَبْيَاتٍ مِنْ أَهْلِ الْبَادِيَةِ حَضْرَةَ اْلأَضْحَى زَمَنَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ادَّخِرُوْا ثَلاَثًا ثُمَّ تَصَدَّقُوْا بِمَا بَقِيَ.فَلَمَّا كَانَ بَعْدَ ذَلِكَ قَالُوْا: يَارَسُوْلَ اللهِ إِنَّ النَّاسَ يَتَّخِذُوْنَ اْلأَسْقِيَةَ مِنْ ضَحَايَاهُمْ وَيُجْمِلُوْنَ مِنْهَا الْوَدْكَ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَمَا ذَاكَ؟ قَالُوْا: نَهَيْتُ أَنْ نَأْكُلَ لُحُوْمَ ضَحَايَا بَعْدَ ثَلاَثٍ. فَقَالَ: إِنَّمَا نَهَيْتُكُمْ مِنْ أَجْلِ دَافَّةٍ الَّتِي دَفَّتْ فَكُلُوْا وَادَّخِرُوْا وَ تَصَدَّقُوْا (رواه مسلم)

 Artinya: Diriwayatkan dari Amroh RA. beliau berkata: ”Saya telah mendengar ‘Aisyah RA. berkata: ”Pada zaman Rasulullah SAW datang rombongan orang-orang Arab miskin dari pedalaman di tempat penyembelihan qurban, maka ketika itu Rasulullah SAW bersabda: ”Simpanlah daging qurbanmu 3 hari saja setelah itu sisanya sedekahkan (jangan ada yang disimpan)”. Setelah itu mereka berkata: ”Wahai Rasulullah orang-orang sama menggunakan kulit qurban mereka untuk menyimpan air minum dengan mencairkan gajih-gajihnya”. Maka Rasulullah SAW pun bertanya: ”Mengapa begitu?” Mereka menjawab: ”Sebab tuan telah melarang daging-daging qurban mereka setelah 3 hari (yakni hari-hari Tasyrik)”. Maka beliau SAW bersabda: ”Sebenarnya kami melarang kamu hal itu untuk orang-orang miskin yang datang itu maka makanlah, simpanlah dan sedekahkanlah kapan saja” (HR Muslim).

Keterangan:

Hadits-hadits yang tersebut di atas menerangkan bahwa daging qurban boleh dimakan oleh orang yang berqurban, boleh disimpan dan boleh disedekahkan kapan saja meskipun setelah hari-hari Tasyrik habis.

V. BERKONGSI DALAM QURBAN UNTA ATAU LEMBU

 عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ: نَحَرْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْحُدَيْبِيَّةَ الْبُدْنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ (رواه مسلم)

 Artinya: Diriwayatkan dari Abdullah bin Zubair beliau berkata: ”Kami bersama Rasulullah menyembelih unta besar dan gemuk berserikat 7 orang dan menyembelih lembu berserikat 7 orang untuk qurban pada tahun Hudaibiyah” (HR Muslim).

 عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ سَفَرٍ فَحَضَرَ اْلأَضْحَى فَاشْتَرَكْنَا فِي الْبَقَرَةِ سَبْعَةٌ وَ فِي الْجُزُوْرِ عَشْرَةٌ (رواه النسائي)

 Artinya: Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA. beliau berkata: ”Kami bepergian bersama Nabi SAW ketika itu datanglah waktu Idul Adha, maka kami berserikat 7 orang menyembelih qurban lembu dan berserikat 10 orang menyembelih qurban unta” (HR An-Nasa’i).

Keterangan:

Hadits-hadits yang tersebut di atas menerangkan bahwa kita boleh berqurban lembu dengan berserikat 7 orang dan berqurban unta dengan berserikat 7 atau 10 orang.

VI. DAGING ATAU KULIT BINATANG QURBAN TIDAK BOLEH DIUPAH PADA TUKANG SEMBELIHNYA.

 عَنْ عَلِيٍّ رضي الله عنه أَنَّ النَّبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهُ أَنْ يَقُوْمَ عَلَى بَدَنِهِ وَأَنْ يُقَسِّمَ بَدَنَهُ كُلَّهَا لُحُوْمَهَا وَجُلُوْدَهَا وَجَلاَلَهَا وَلاَ يُعْطِي فِيْ جَزَارَتِهَا شَيْئًا (رواه البخاري)

 Artinya: Diriwayatkan dari ‘Ali RA. bahwa Nabi SAW memerintahkan beliau untuk menyembelih unta qurban dan membagi-bagikan semua dagingnya, kulitnya dan kain penutupnya dan tidak memberi tukang sembelih sesuatupun baik daging dan kulitnya sebagai upahnya” (HR Bukhari).

 عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهُ أَنْ يَقُوْمَ عَلَى بَدَنِهِ وَأَمَرَهُ أَنْ يُقَسِّمَ بَدَنَهُ كُلَّهَا لُحُوْمَهَا وَ جُلُوْدَهَا وَجَلاَلَهَا فِي الْمَسَاكِيْنِ وَلاَ يُعْطِي فِيْ جَزَارَتِهَا مِنْهَا شَيْئًا (رواه مسلم)

. Artinya: Diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalib RA. bahwa Nabi SAW memerintahkan beliau untuk mewakili beliau menyelenggarakan penyembelihan qurban dan beliau SAW memerintahkan dia (‘Ali RA.) agar membagi-bagi binatang qurban itu baik daging-dagingnya, kulit-kulitnya dan pakaian-pakaian binatang itu kepada fakir miskin dan tukang sembelihnya tidak diberi sesuatu pun dari binatang itu sebagai upahnya” (HR Muslim).

 عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُذْرِيِّ أَنَّ قَتَادَةَ بْنَ النُّعْمَانِ أَخْبَرَهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ فَقَالَ: إِنِّي كُنْتُ أَمَرْتُكُمْ أَلاَّ تَأْكُلُوا اْلأَضَاحِى فَوْقَ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ لِتَسَعَكُمْ وَإِنِّي أُحِلُّهُ لَكُمْ فَكُلُوْا مِنْهُ مَا شِئْتُمْ وَلاَ تَبِيْعُوْا لُحُوْمَ الْهَدْيِ وَاْلأَضَاحِي فَكُلُوْا وَتَصَدَّقُوْا وَاسْتَمْتِعُوْا بِجُلُوْدِهَا وَلاَ تَبِيْعُوْهَا وَإِنْ أَطْعَمْتُمْ مِنْ لَحْمِهَا فَكُلُوْا إِنْ شِئْتُمْ (رواه أحمد)

 Artinya: Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudriy bahwa sesungguhnya Qotadah bin Nu’man memberitahu kepadanya bahwa Nabi SAW berdiri lalu bersabda: ”Sesungguhnya dahulu saya memerintahkan agar kamu jangan makan daging qurban setelah 3 hari (yakni sehabis hari-hari Tasyrik) untuk melapangkan kamu, dan sekarang saya halalkan bagimu maka makanlah daripadanya semau kamu dan jangan kalian menjual daging Hadyu (qurbannya orang haji) dan jangan pula daging qurban maka makanlah bersedekahlah dan nikmatilah kulit-kulitnya dan janganlah kamu jual dia (kulit itu), kalau kamu memberi makan dari sebagian daging-dagingnya maka makanlah (sebagian lainnya) sesuka kamu” (HR Ahmad).

Keterangan:

Hadits-hadits yang tersebut di atas menerangkan bahwa tukang sembelih binatang qurban tidak boleh diberi dari bagian binatang qurban itu baik dagingnya, kulitnya atau pakaian binatang itu sebagai upah menyembelihnya. Tapi boleh diberi sebagai sedekah. Dan juga menerangkan bahwa daging dan kulit binatang qurban tidak boleh dijual.

VII. HAL-HAL YANG PERLU DIJAUHI OLEH ORANG YANG BERNIAT BERQURBAN SETELAH MASUK PADA AWAL BULAN DZULHIJJAH SAMPAI PELAKSANAAN QURBAN.

 عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِي الْجِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ (رواه مسلم)

 Artinya: Diriwayatkan dari Ummu Salamah RA. bahwa Nabi SAW telah bersabda: ”Apabila kalian melihat hilal Dzulhijjah dan kalian berniat untuk berqurban hendaknya ia menahan untuk tidak mencukur/memotong rambut dan memotong kuku (sampai pelaksanaan qurban)” (HR Muslim).

 عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّ رَسولَ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرَ فَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّي فَلاَ يَمَسُّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ بَشَرِهِ شَيْئًا. (رواه النسائي)

. Artinya: Diriwayatkan dari Ummu Salamah RA. bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: ”Apabila kamu sudah memasuki 10 hari (yakni dari tarikh 1 sampai 10 Dzulhijjah) dan salah satu dari kamu berniat untuk berqurban janganlah ia sekali-kali menyentuh rambutnya sedikitpun (yakni untuk dicukur atau dipotong)” (HR An-Nasaai).

Keterangan:

Hadits-hadits yang tersebut di atas menerangkan bahwa orang yang berniat menyembelih qurban hendaklah menahan untuk tidak memotong/mencukur rambut di badannya dan tidak memotong kukunya sejak awal bulan Dzulhijjah sampai pelaksanaan qurban.

KESIMPULAN

Ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits yang tersebut di atas memberi pelajaran kepada kita tentang syariat qurban sebagai berikut:

1. Hukum menyembelih qurban adalah sunnah. Sebagian ulama berpendapat sunnah mu’akkadah. (Dalil 1,2 dan 3).

2. Binatang yang diqurbankan hendaklah yang berumur 1 tahun atau lebih, bila sulit didapat boleh domba yang berumur 6 bulan atau kurang sedikit dan boleh pula anak kambing kacang yang sudah dapat mencari makanan sendiri dan tidak boleh ada yang cacat baik telinga, hidung dan anggota badan lainnya. (Dalil 4,5,6 dan 7).

3. Waktu menyembelih binatang qurban ialah setelah sholat Idul Adha dan boleh dilanjutkan pada hari-hari Tasyrik. (Dalil 8,9,10 dan 11).

4. Cara menyembelih qurban ialah dengan menelentangkan binatang qurban yang akan disembelih itu lalu meletakkan telapak kaki di atas lehernya lalu menyembelihnya sambil membaca basmalah dan takbir. Boleh pula dengan mengucap (yang artinya): ”Ya Allah terimalah ini dari …(nama yang berqurban) dan dari keluarga …(nama yang berqurban). (Dalil 12 dan 13).

5. Tempat menyembelih binatang qurban boleh dimana saja tapi sebaiknya di Musholla (lapangan tempat sholat Idul Adha). (Dalil 14).

6. Daging binatang qurban sebaiknya sebagian dimakan sendiri dan lainnya dishodaqohkan kepada fakir miskin meskipun pelaksanaannya setelah hari-hari Tasyrik. (Dalil 14,15 dan 16).

7. Berqurban lembu boleh berserikat 7 orang dan berqurban unta boleh berserikat 7 atau 10 orang. (Dalil 17 dan 18).

8. Daging binatang qurban, kulitnya dan pakaiannya tidak boleh untuk upah yang menyembelih dan tidak boleh dijual. (Dalil 19,20 dan 21).

9. Orang yang berniat menyembelih qurban hendaklah menahan untuk tidak memotong/mencukur rambut di badannya dan memotong kukunya sejak awal zulhijjah.

Monday, August 22, 2011

Tafsir Surah Al Qadr

 Maksudnya:
Dengan nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Mengasihani
1.Sesungguhnya kami telah turunkannya (al Qur’an) pada malam al qadr.
2.Dan apa jalannya engkau dapat mengetahui apa dia kebesaran Malam Lailatul-Qadar itu?
3.Malam al qadr itu lebih baik daripada seribu bulan4.Turun malaikat2 dan malaikat Jibril padanya(malam al qadr) dengan izin Tuhan mereka membawa segala urusan.
5.Selamat sejahteralah ia(malam al qadr) sehinggalah terbit fajar (Subuh).
TAFSIRNYA
Lailatul Qadr juga dikenali dengan Lailatul Mubarakah sebagaimana yang disebut dalam firman Allah yang berbunyi, “Innaa anzalnahu fi lailatin mubaarakah.” yg maksudnya, “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya(al Qur’an) pada malam yang penuh keberkatan”. Dan malam tersebut sudah pastinya di bulan Ramadhan, sebagaimana firman Allah yang bermaksud, “Bulan Ramadhan yang diturunkan padanya al Qur’an.” Ibn Abbas berkata: Allah telah menurunkan al Qur’an dalam jumlah yang satu(sekaligus) daripada lauh mahfuz ke baitul ‘Izzah di Langit Dunia. Kemudian ia diturunkan secara beransur-ansur berdasarkan kejadian yang berlaku sepanjang kehidupan Nabi Muhammad sebagai Rasulullah selama tempoh 23 tahun. 
Ayat 2 & 3-ASAL USUL SERIBU BULAN
Diriwayatkan daripada Ibnu Abi Hatim daripada Mujahid bahawa ada seorang lelaki dari Bani Israil, namanya Syam’un. beliau merupakan seorang pahlawan Islam yang berjuang di jalan Allah selama seribu bulan. Selama perjuangannya seribu bulan, beliau tidak pernah dikalahkan oleh musuhnya.
Ada pula riwayat Ibnu Jarir daripada Mujahid juga, mengatakan beliau (lelaki Bani Israil) itu pada malam harinya sentiasa mendirikan ibadah malam sehingga subuh, manakala pada siang harinya berjihad menentang musuh sehinggalah menjelang petang selama seribu bulan.

Hikayat Sham’un
Imam Al Ghazali menceritakan kisah Sham’un dengan agak terperinci. Kisahnya begini: Sham’un merupakan seorang pahlawan di kalangan Bani Israil dan beliau tidak pernah dikalahkan musuh. Suatu hari, musuh nya berbincang cara untuk menewaskan Syam’un. Lalu mereka menghantar utusan kepada Isteri Syam’un untuk memperdayakannya. Utusan tersebut membawa satu bejana ppenuh dengan emas dan meminta isteri Syam’un supaya mengikat suaminya pada malam hari. Akibat tamakkan emas, isterinya sanggup mengikat Syam’un pada malam harinya. Keesokkan paginya, apabila Syam’un bangkit dari tidur, dengan mudahnya tali yang mengikatnya terputus satu demi satu. Lalu beliau bertanya kepada isterinya kenapa beliau diikat? Jawab isterinya, dia mahu menguji kekuatan Syam’un. Apabila pihak musuh mengetahui bahawa rancangan tersebut gagal, mereka berputus asa. Kemudian Iblis datang menemui mereka dan menasihati mereka agar meminta isteri Syam’un tanya suaminya itu apakah rahsia kekuatannya? Pada malam nya, si isteri bertanyakan Syam’un tentang perkara itu. Syam’un yang pada awalnya keberatan memberitahu, akhirnya mendedahkan rahsia kekuatannya terletak pada lapan helai janggutnya yang panjangnya hingga ke tanah. Setelah Syam’un terlena, si isteri pun memotong janggut suaminya yang hanya lapan helai itu lalu diikatnya pada kaki dan tangan Syam’un. Pihak musuh datang menangkap Syam’un dan membawanya ke rumah pasung untuk diseksa. Mereka menyeksa Syam’un dengan memotong sedikit demi sedikit anggota tubuh Syam’un seperti telinga, mulut dan lain-lain. Lalu Syam’un yang berada dalam kesakitan , berdoa kepada Allah agar diberikan kekuatan untuk melawan musuhnya. Tiba-tiba Allah memakbulkan doa Syam’un , dan Syam’un menarik ikatan yang mengikatnya pada tiang2 besar di rumah pasung itu hingga menyebabkannya runtuh lalu menimpa musuh2nya sehingga mati.
Sambungan Tafsir
Sufyan as Thauri berkata, “telah disampaikan kepada aku daripada Mujahid bahawa malam al qadr lebih baik daripada seribu bulan (maknanya): amalannya, puasanya, dan mendirikan malamnya adalah lebih baik dari seribu bulan. Dan daripada Mujahid, Malam al qadr lebih baik daripada seribu bulan yang tidak ada malam al qadr padanya.
Daripada Abi Hurairah radhiallahu anhu berkata bahawa Rasulullah bersabda, “ Barangsiapa yang mendirikan malam al qadr dengan penuh keimanan dan mengharapkan keampunan dari Allah, diampunkan baginya dosanya yang telah lampau.” 
Ayat 4-Malaikat Turun Bawa Rahmat dan Berkat
Malaikat-malaikat yang dimaksudkan dala ayat ialah malaikat rahmat yang membawa segala rahmat dan keberkatan pada malam itu. Banyaknya malaikat turun menandakan banyaknya keberkatan dan rahmat turun pada malam al qadr. Keadaan ini samalah ketika turunnya Malaikat kepada orang yang sedang membaca al Qur’an atau orang yang duduk dalam majlis /halaqah zikr. Mereka melingkungi orang yang berzikir serta melabuhkan sayap mereka ke atas orang2 yang menuntut ilmu kerana memuliakan penuntut ilmu.
Manakala ar Ruh pula ialah Malaikat Jibril alaihissalam.Adapun “membawa segala urusan” membawa maksud segala taqdir berkaitan ajal dan rezeki, dan ketentuan segala perkara sebagaimana disebut oleh qatadah.
Ayat 5-Sejahtera hingga Subuh
Sejahtera di sini bermaksud Syaitan tidak dibenarkan melakukan perkara 2 jahat pada malam itu. Kata Qatadah dan Ibn Zaid , Rasulullah bersabda, “ Salaamun hia” bermaksud baik seluruhnya , tidak ada padanya(malam al qadr) kejahatan hinggalah terbitnya fajr(Subuh).
Adapun antara tanda Malam al Qadr ialah berdasarkan kepada hadis2 di bawah:
Dari ‘Ubay Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Pagi hari malam Lailatul Qadar, matahari terbit tidak menyilaukan, seperti bejana hingga meninggi” [Hadits Riwayat Muslim 762]
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Kami menyebutkan malam Lailatul Qadar di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda.
“Artinya : Siapa di antara kalian yang ingat ketika terbit bulan seperti syiqi jafnah” [4]
Dan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : (Malam) Lailatul Qadar adalah malam yang indah, cerah, tidak panas dan tidak juga dingin, (dan) keesokan harinya cahaya sinar mataharinya melemah kemerah-merahan” [Tahayalisi 349, Ibnu Khuzaimah 3/231, Bazzar 1/486, sanadnya Hasan]

Hadist Berkenaan Solat Malam

Diriwayatkan Aisyah r.a, ia berkata :
" Nabi saw mengerjakan sholat malam hingga bengkak kedua telapak kaki beliau,lalu aku katakan kepada beliau,'Mengapa engkau melakukan seperti ini, ya Rosulullah, padahal dosamu yang lalu maupun yang akan datang telah diampuni oleh Allah?'Beliau menjawab,'Apakah aku tidak boleh menjadi hamba Allah yang bersyukur?"
(HR Bukhori VIII/449 dan Muslim 2819 dan 2820)

Diriwayatkan dari Abu Huroiroh r.a, bahwa Rosulullah saw bersabda :
“Setan mengikat pada ujung kepala salah seorang diantara kalian jika tidur dengan tiga ikatan. Masing-masing ikatan mengatakan : “Engkau masih memiliki malam yang panjang, maka tidurlah!’ Jika ia bangun lantas menyebut nama Allah, maka terlepaslah satu ikatan. Jika ia berwudlu, maka lepaslah ikatan berikutnya. Dan jika ia mengerjakaan sholat, maka terlepaslah satu ikatan lagi, sehingga keesokan harinya ia menjadi giat, demikian juga jiwanya akaan menjadi baik. Jika tidak demikian, maka keesokan harinya ia menjadi kotor jiwanya lagi pemalas.” (HR. Muslim 1163).

Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a, bahwa Nabi saw bersabda :
“ Sholat malam adalah dua rokaat dua rokaat. Jika engkau khawatir segera tiba waktu Subuh, maka witirlah dengan satu rokaat saja.” (HR. Bukhori (II/397), Muslim (749) dan Abu Dawud (1326).

Diriwayatkan dari Jabir r.a, bahwa ia berkata : Aku telah mendengar Rosululloh saw bersabda :
“ Sesungguhnya diwaktu malam itu terdapat suatu waktu yang jika saja bertepatan dengan waktu itu seorang hamba muslim memohon kebaikan kepada Allah berkenaan dengan urusan dunia dan akhirat, sudah pasti Allah akan memberikannya kepadanya. Waktu itu terdapat pada setiap malam.” (HR. Muslim)

Diriwayatkan dari Abdulloh bin Amru bin Ash r.a, bahwa Rosululloh saw bersabda :
“ Sholat yang paling dicintai oleh Allah adalah sholat Nabi Dawud. Demikian juga, puasa yang paling disukai oleh Allah adalah puasa Nabi Dawud. Beliau tidur separuh malam (yang pertama), lalu bangun sepertiganya, kemudian tidur kembali pada sisa waktu seperenamnya. Beliau sehari berpuasa dan sehari berbuka.” (HR. Bukhori (III/13) dan Muslim (II/816).

Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a, bahwa ia berkata : Sesungguhnya Nabi saw telah bersabda :’
“ Jadikanlah sholat witir sebagai akhir sholat kalian di malam hari.”
(HR. Bukhori (II/406), Muslim (751), Abu Dawud (1438) dan nasa’I (230-231)

Diriwayatkan dari Abu Huroiroh r.a, bahwa Rosulullah saw bersabda : Sesungguhnya Allah Ta’ala telah berfirman,
“ Barangsiapa memusuhi seorang wali-Ku, maka Aku kumandangkan perang terhadapnya. Tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada (melaksanakan) apa yang telah Aku wajibkan terhadapnya. Dan hamba-Ku masih saja mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan nafilah (sunnah), sehingga Aku mencintainya, Jika Aku telah mencintainya, maka Aku adalah pendengarannya yang dia pakai untujk mendengar, matanya yang dia pakai untuk melihat, tangannya yang dia pakai memegang, dan kakinya yang dia pakai untuk berjalan. Bila ia meminta kepada-Ku, Aku pasti memberinya; dan bila ia memohon perlindungan kepada-Ku, niscay Aku berikan perlindungan kepadanya.” (HR. Bukhori (XI/292).

Thursday, August 18, 2011

Bulan Ramadhan Bukan Bulan Pasif

Seolah menjadi trend masyarakat Melayu khususnya.Bila Datangnya Ramadhan maka semua pihak merancang untuk mengurangkan aktiviti termasuk mengurangkan masa bekerja.Pada hemat saya budaya  ini adalah bertentangan dengan roh Ramadhan itu sendiri.Fenomena ini mungkin terjadi asbab budaya masyarakat kita yang menamakan Bulan ini sebagai bulan posa disamping kurang pendedahan tentang ilmu Islam..Lantaran itu kita menjadi pasif dalam bulan Ramadhan sedang sirah menunjukkan bulan Ramadhan bermula Ramadhan tahun ke2 hijrah hinggalah hariini para pejuang Islam senantiasa berjuang dan tenyata banyak kejayaan pejuang Islam tercapai pada bulan Ramadhan.
Oleh itu pada kali ini saya ingin berkongsi tentang penaklukan Sepanyol yang berlaku pada bulan 28 Ramadhan
SIAPAKAH THARIQ BIN ZIYAD?
Mengenai asal-usul dan sejarah hidupnya, sangat sedikit buku sejarah yang menceritakannya. Thariq bin Ziyad berasal dari bangsa Barbar, mengenai sukunya, para sejarawan masih berbeza pendapat; sama ada beliau dari suku Nafza atau suku Zanata. Dia merupakan bekas seorang budak yang kemudian dimerdekakan oleh Musa bin Nushair, Gabenor Islam di Afrika Utara dan di tangan Musa inilah Thariq memeluk Islam bersama orang-orang Barbar yang lainnya yang tunduk di bawah kekuasaannya setelah penaklukkan daerah Tanja. Di kisahkan bahawa setelah masuk Islam, mereka menjalankan agama Islam dengan baik. Oleh kerana itu, sebelum Musa pulang ke Afrika, beliau meninggalkan beberapa orang Arab untuk mengajar mereka Al-Qur’an dan ajaran-ajaran Islam. Setelah itu Musa mengangkat Thariq, yang merupakan perajurit Musa yang terkuat untuk menjadi penguasa daerah Tanja, hujung Maroko dengan kekuatan 19,000 tentara dari bangsa Barbar, lengkap dengan persenjataannya. Apa yang pasti, Thariq merupakan antara kerlipan bintang yang bersinar setelah kewafatan Rasulullah s.a.w dan slps zaman Khilafah Ar-Rasyidin.

BERMULANYA PENAKLUKAN KE ATAS ANDALUSIA
Ini bertepatan dengan mendung hitam yang melanda Sepanyol dengan kekejaman penjajah Eropah yang pada ketika itu dikuasai oleh Raja Bangsa Gothik yang kejam bernama Raja Roderick. Wanita merasa terancam kesuciannya, petani dikenakan pajak tanah yang tinggi, dan banyak lagi penindasan yang tak berperikemanausiaan. Raja dan kroni-nya bersuka ria dalam kemewahan sedang rakyat merintih dalam kesengsaraan. Sebahagian besar penduduk yang beragama Kristian danYahudi, berhijrah ke Afrika untuk mendapat ketenangan yang lebih menjanjikan. Dan saat itu Afrika, adalah sebuah daerah yang makmur dan mempunyai toleransi yang tinggi kerana berada di bawah naungan pemerintahan Islam.
Satu dari jutaan penghijrah itu adalah Julian, Gabenor Ceuta yang puterinya Florinda telah dinodai oleh Roderick. Mereka memohon pada Musa bin Nusair, raja muda Islam di Afrika untuk memerdekakan negeri mereka dari penindasan raja yang zalim itu. Setelah mendapat persetujuan Khalifah, Musa melakukan pengintaian ke atas pantai selatan Sepanyol.
Akhirnya, pada bulan Rejab tahun 97 H (bersamaan Julai 711 M), Musa bin Nushair memerintahkan pembantunya Thariq bin Ziyad untuk menyerang Semenanjung Sepanyol dengan memimpin 12,000 tentera Muslim menyeberangi selat antara Afrika dan daratan Eropah yang dipisahkan oleh Lautan Mediterranean sejauh 13 batu ini dengan kapal-kapal pemberian Julian, Gabenor Ceuta.
PEPERANGAN MENENTANG NASRANI DI ANDALUSIA
Setelah mendarat di pantai karang, Thariq dan pasukannya berhadapan dengan 100,000 tentera Visigoth di bawah pimpinan Roderick. Kedatangan pasukan Thariq ini menimbulkan kehairanan kepada Tudmir, penguasa setempat yang berada di bawah kekuasaan Raja Roderick, kerana tentera Islam datang dari arah yang tidak diduga-duga, yaitu dari arah laut.
Pada mulanya, bilangan tentera Kristian yang besar ini menggerunkan tentera kaum Muslimin. Namun, Thariq dengan pantasnya mengumpulkan tentera Muslimin di atas sebuah bukit karang, dan Thariq berucap memberi dorongan jihad di atas bukit itu. Bukit itu kini dikenali sebagai Jabal Thariq (bukit Thariq) yang kemudiannya ditukar kpd Gibratar.
Di atas bukit karang setinggi 425m di pantai Tenggara Sepanyol inilah Thariq memerintahkan pembakaran semua kapal-kapal yang telah menyeberangkan mereka. Tentu saja perintah ini membuat tentera kaum Muslimin kehairanan. “Kenapa anda melakukan ini?” tanya mereka. “Bagaimana kita akan kembali nanti?” tanya yang lain.
Namun Thariq tenang dan tetap pada pendiriannya. Dengan gagah berani Thariq berseru,
”Kita datang ke sini tidak untuk kembali. Kita hanya punya pilihan,menaklukkan negeri ini dan menetap di sini, atau kita semua syahid”.
Keberanian dan perkataannya yang luar biasa menggugah Iqbal, seorang penyair Persia, untuk menggubahnya dalam sebuah syair berjudul ”Piyam-i Mashriq” :
“Tatkala Thariq membakar kapal-kapalnya di pantai Andalusia (Sepanyol), Perajurit-perajurit mengatakan bahawa, tindakannya itu tidak bijaksana. Bagaimana mungkin mereka kembali ke negeri asal, dan peralatan peperangan adalah bertentangan dengan hukum Islam. Malahan kekuatan bilangan tentera musuh melebihi ribuan dari tentera kaum Muslimin. Mendengar itu semua, Thariq menghunus pedangnya, dan menyatakan bahawa setiap negeri kepunyaan Allah adalah kampung halaman kita.”
Bulatan merah merupkan tempat bukit karang Thariq berucap.
Kata-kata Thariq itu bagaikan mencabut cambuk yang meledakkan semangat tentera Muslimin yang dipimpinnya. Bala tentara Muslimin yang berjumlah 12,000 orang mara melawan tentara Gothik yang berkekuatan 100,000 tentara. Pasukan Kristian jauh lebih unggul baik dalam jumlah maupun persenjataan. Namun semua itu tak mengecutkan hati pasukan muslim setelah mendengarkan pidato dari Thariq yang menggentarkan jiwa mereka untuk memburu syahid Allah.
Tanggal 19 Julai 711 M, pasukan tentera Muslimin dan Nasrani bertemu dan bertempur dekat muara sungai Barbate. Thariq memecahkan pasukannya menjadi 4 kelompok, dan menyebarkan mereka ke Cordoba, Malaga, dan Granada. Sedangkan dia sendiri bersama pasukan utamanya menuju ke Toledo, ibukota Sepanyol. Semua kota-kota itu menyerah tanpa perlawanan sukar. Kecepatan gerak dan kehebatan pasukan Thariq ini berhasil melumpuhkan pasukan tentera bangsa Gothik. Bahkan Raja Roderick sendiri awal-awal telah tewas di sungai Barbate. Kemenangan Thariq yang luar biasa ini, menjatuhkan semangat orang-orang Sepanyol dan semenjak itu mereka tidak berani lagi menghadapi tentara Islam secara terbuka.
Dalam kitab Tarikh al-Andalus, disebutkan bahawa sebelum meraih kemenangan ini, Thariq telah bermimpi melihat Rasulullah s.a.w bersama keempat-empat Khalifah Khulafa’ Ar-Rasyidin berjalan di atas air hingga menjumpainya, lalu Rasulullah s.a.w memberitakan khabar gembira bahawa dia akan berhasil menaklukkan Andalusia. Rasulullah s.a.w menyuruhnya untuk selalu bersama kaum Muslimin dan menepati janji.
SELEPAS PENAKLUKAN ISLAM KE ATAS SEPANYOL
Rakyat Sepanyol yang telah sekian lama tertindas dengan penjajahan bangsa Gothik, mengalu-alukan kedatangan tentera Muslimin. Selain itu, perilaku & akhlak Thariq dan orang-orang Islam begitu mulia menyebabkan disayangi oleh bangsa-bangsa yang ditaklukkannya.
Salah satu pertempuran paling hebat terjadi di Ecija, yang membawa kemenangan bagi pasukan Thariq. Dalam pertempuran ini, Gabenor Musa bin Nusair telah bergabung dengan Thariq untuk mengalahkan tentera Nasrani.
Selanjutnya, kedua general itu bergerak mara terus berdampingan dan dalam kurun waktu kurang dari 2 tahun seluruh Semenanjung Sepanyol telah jatuh ke tangan Islam. Portugis kemudiannya turut ditakluk pula beberapa tahun kemudian. Ketika inilah nama Sepanyol telah ditukar kepada Andalusia.
Philip K.Hitti, pemerhati berbangsa Eropah telah menulis:
Ini merupakan perjuangan utama yang terakhir dan paling sensasional bagi bangsa Arab itu. Penaklukan ini membawa masuknya wilayah Eropah yang paling luas yang belum pernah mereka (tentera Islam) peroleh sebelumnya ke dalam kekuasaan Islam. Kecepatan pelaksanaan dan kesempurnaan operasi ke Sepanyol ini telah mendapat tempat yang unik di dalam sejarah peperangan abad pertengahan.
Penaklukkan Sepanyol oleh orang-orang Islam mendorong timbulnya revolusi sosial di mana kebebasan beragama benar-benar diakui. Ketidak toleransi dan penganiayaan yang biasa dilakukan orang-orang Kristian dan bangsa Eropah telah digantikan oleh toleransi yang tinggi dan kebaikan hati yang luar biasa.
Keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu, sehingga jika tentara Islam yang melakukan kekerasan akan dikenakan hukuman berat. Tidak ada harta benda atau tanah milik rakyat yang disita. Orang-orang Islam memperkenalkan sistem perpajakan yang sangat jitu yang dengan cepat membawa kemakmuran di semenanjung itu dan menjadikan negeri teladan di Barat. Orang-orang Kristian dibiarkan memiliki hakim sendiri untuk memutuskan perkara-perkara mereka. Semua komunitas mendapat kesempatan yang sama dalam pelayanan umum.
Pemerintahan Islam yang baik dan bijaksana ini membawa kesan luar biasa. Orang-orang Kristian termasuk pendeta-pendetanya yang pada mulanya meninggalkan rumah mereka dalam keadaan ketakutan, kembali pulang dan menjalani hidup yang bahagia dan makmur.
Seorang penulis Kristian terkenal menulis:
Muslim-muslim Arab itu mentadbir kerajaan Cordoba dengan baik dan ia merupakan sebuah keajaiban Abad Pertengahan, mereka mengenalkan obor pengetahuan dan peradaban, kecemerlangan dan keistimewaan kepada dunia Barat. sedangkan saat itu bangsa Eropah sedang dalam situasi pergolakan dan kebodohan yang biadab.
Thariq berhajat melakukan penaklukkan ke atas seluruh Eropah, tapi Allah menentukan lainnya. Saat merencanakan penyerbuan ke negara-negara Eropah, telah datang panggilan dari Khalifah untuk pergi ke Damaskus. Dengan disiplin dan kepatuhan tinggi, Thariq memenuhi panggilan Khalifah dan berusaha tiba seawal mungkin di Damaskus. Tak lama kemudian, Thariq wafat di sana. Budak Barbar, penakluk Sepanyol, wilayah Islam terbesar di Eropah yang selama delapan abad di bawah kekuasaan Islam telah memenuhi panggilan Rabbnya. Semoga Allah merahmatinya dan menerima ruh Thariq bin Ziyad ini.
Dataran yang menghadap puncak bukit karang, kini dipenuhi kawasan perumahan. Dibina semula mggunakan sketch-up softwares oleh artist Barat. Beginikah pemandangan yang dilihat Thariq?
Di perairan inilah dikerahkan Thariq kepada tentera Muslimin agar membakar kesemua kapal-kapal pasukan Islam. mmm..mcmne ye kalu kita bleh imagine??
Latest satellite image yang menunjukkan pembangunan pesat di Sepanyol skrg. Cuma sayang, kota yang satu ketika dulu penuh ngn kerlipan tamadun Islam kini dijajah semula oleh musuh Allah.
Dalam masa kurang 2 tahun, pasukan Islam berjaya menguasai seluruh Semenanjung Sepanyol. Anda bleh imagine ngn keluasan muka buminya yang berbukit-bakau ini?

Friday, July 29, 2011

Friday, June 24, 2011

CABARAN MENJADI GOLONGAN GHURABA

Oleh :Prof Madya Dr Mohd Asri Zainul Abidin

Banyak perkara yang mengelirukan kita pada akhir zaman ini. Kita hidup di zaman yang penuh kekeliruan. Pemikiran kita bercampur-campur. Antara kekalutan situasi yang ada dan kerencaman pelbagai anasir yang wujud dalam menyelesaikan kekalutan itu. Banyak ketulenan sudah hilang. Agama yang asal juga diubah menurut kehendak penaja yang bercakap mengenainya. Bercampur baur antara sunnah dan bidaah. Semua perkara didagangkan, demikian agama juga dilelong. Siapakah yang jujur sukar dicari.

Setiap produk samada barangan ataupun politik cuba dikaitkan dengan nama agama untuk dilariskan jualannya. Agama dibengkuk dan dibentuk menurut kehendak pasaran. Pasaran makanan, pasaran pakaian, pasaran politik, pasaran pendidikan dan seumpamanya diberikan nama agama. Sehingga dari produk makanan, pakaian, politik dan segalanya ‘dicelup’ nama Islam. Kita pun sukar hendak pasti antara yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan jujur keranaNYA, dan yang bertujuan mendekatkan wang kepadanya dengan menggunakan nama Allah dan rasulNya.

Inilah yang berlaku kepada golongan Ahlul Kitab yang dilaknat oleh Allah. Firman Allah: (maksudnya)

“Kecelakaan besar bagi orang-orang yang menulis Kitab Taurat dengan tangan mereka, kemudian mereka berkata: “Ini dari sisi Allah”, supaya mereka (dengan perbuatan itu) dapat membelinya dengan harga yang sedikit. Maka kecelakaan besar bagi mereka disebabkan apa yang ditulis oleh tangan mereka, dan kecelakaan besar bagi mereka dari apa yang mereka usahakan itu”. (Surah al-Baqarah, ayat 79).

Itulah Ahlul Kitab, mereka menggunakan nama Allah untuk produk diterima sekalipun ia sama sekali tidak berasal dari Allah dan hanya bidaah dan rekaan mereka semata.

Golongan Sedikit

Malangnya, di akhir zaman golongan yang menjadikan agama itu bersimpang siur telah menguasai keadaan. Sesiapa yang enggan dia tersepit di tengah ombak kecelaruan yang mengkaburkan. Banyak pendapat dan andaian muncul di sana-sini; sehingga kita tertanya-tanya siapakah yang jujur, siapakah yang berdagang agamanya. Siapakah yang patut kita bela? Inilah suasana dunia yang membaluti kita hari ini. Pendirian agama kita dipaksa oleh orang lain. Kita tidak diberi kebebasan berpegang dengan apa yang kita yakin dari dalil-dalil yang kita baca dari al-Quran dan Sunnah. Itu kadang-kala dianggap menyanggahi majoriti.

Kita tidak menafikan masih ada golongan yang soleh, tetapi mereka itu sedikit di akhir zaman, mereka ghuraba`. Nabi bersabda:



“Ada tetap ada suatu puak dalam kalangan umatku, yang menegakkan urusan Allah (Islam), mereka tidak dapat dimusnahkan oleh golongan yang menghina dan menyanggahi mereka sehingga tibanya janji Allah (Kiamat) mereka tetap bangkit” (Riwayat Muslim).



Kata al-Imam Ahmad: “Jika mereka bukan ahlul hadis, aku tidak tahu siapa lagi”. Ertinya golongan yang berpegang kepada nas-nas Nabi s.a.w. itu akan tetap ada, ditentang dan dilawan, namun tetap bangkit.


Ya, di akhir zaman, golongan ini minoriti. Mereka dianggap asing di tengah lautan manusia yang rosak. Dalam riwayat al-Imam Ahmad, Nabi s.a.w bersabda:



“Beruntunglah golongan ghuraba` (yang asing atau pelik)”. Ditanya baginda: “Siapakah mereka yang ghuraba itu wahai Rasulullah?”. Jawab baginda: “Golongan yang soleh dalam kalangan ramai yang jahat, yang menentang mereka lebih ramai daripada yang mentaati mereka”. (dinilai sahih oleh Ahmad Shakir).



Ghuraba`




Ghuraba` atau asing itu ada dua bentuk. Pertama; asing di sudut jasad, seperti mana seseorang yang pergi ke tempat baru yang dia tidak dikenali. Maka, dia akan berasa terasing dalam masyarakat yang baru, atau orang melihatnya asing kerana baru hadir. Namun, itu senang untuk diselesaikan. Sedikit pergaulan mesra, dan pandai mencari kawan, keadaan mungkin tidak asing lagi.



Kedua; asing di sudut ruh dan pemikiran. Sekalipun seseorang itu lama atau anak jati masyarakatnya, tetapi dia mungkin dianggap asing disebabkan pemikiran yang berbeza dengan mereka, atau sikap yang asing dari kebiasaan masyarakatnya. Dia terpencil kerana pendiriannya. Hal ini menyebabkan dia akan dipulau, dikecam, dihina dan ditolak. Tidak dapat diubah keadaan ini, melainkan dia mengubah prinsipnya, atau dia berjaya mengubah persepsi masyarakatnya. Itu merupakan tanggungjawab yang berat. Apatah lagi dalam masyarakat akhir zaman, di mana Nabi s.a.w bersabda:

“Islam itu bermulanya asing, dan akan kembali sebagai asing, maka beruntung mereka yang ghuraba` (yang asing)”. Ditanya Nabi s.a.w: “Siapakah ghuraba`?”. Jawab baginda: “Serpihan dari kabilah”. (Riwayat al-Baghawi, sanad sahih).
Maksudnya, golongan yang asing dan terpencil dari kelompok mereka, samada kabilah keturunan atau kumpulan-kumpulan yang wujud dalam dunia hari ini.

Biasanya, setiap puak mahu kita mengiyakan sahaja apa yang mereka kata. Jika mereka bangsa, mereka mahu samada buruk atau baik, kita sokong semua tindakan bangsa atau kabilah kita. Jika amalan tradisi yang bidaah dalam masyakat, disuruh terima sekalipun menyanggahi kitab dan sunnah. Kalau parti politik mereka mahu supaya kita tunduk kepada mereka samada yang benar atau yang salah. Demikian kumpulan dan organisasi dan seumpamanya.

Bagi mereka, jika tidak tunduk sepenuh itu tidak ada pendirian. Menyokong sebahagian perkara, berbeza dalam beberapa perkara dianggap berpendirian tidak teguh, kerana paksi mereka itu adalah kumpulan atau bangsa. Namun, golongan ghuraba’, paksi mereka adalah nas-nas al-Quran dan al-Sunnah. Mereka itu ‘Allah centric’, berpaksikan Allah dalam keputusan, sekalipun terpaksa berkorban jawatan, nama, rakan dan kedudukan.

Amatlah sukar untk hidup sebagai ghuraba`. Tekanan perasaan dan jiwa akan melanda. Mungkin mudah untuk diceritakan, tetapi sukar untuk dilaksanakan. Justeru itu, mereka dijanjikan syurga. Janji Nabi s.a.w: ‘Beruntunglah ghuraba’. Golongan ghuraba’ bukan asing dinisbahkan kepada nas al-Quran dan al-Sunnah, tetapi asing dinisbah kepada keadaan sekeliling yang berbeza dengan kedua sumber agung itu. Namun, apakah pilihan yang ada, sedangkan Allah mengingatkan Nabi s.a.w: (maksudnya)

“Jika engkau taat kepada kebanyakan mereka di bumi ini, nescaya mereka menyesatkan engku dari jalan Allah” (Surah al-An’am, 116).

Ketika ramai manusia berlari mencari keredhaan makhluk, golongan ghuraba’, berlari mencari keredhaan Allah, sekalipun dimusuhi makhluk. Firman (maksudnya):



“Maka larilah kepada Allah” (Surah al-Zariyyat, 50).



Hidup sebagai ghuraba’ bukanlah mudah, namun kadang-kala kita terpaksa mengharunginya. Ini menambahkan tawakkal, keikhlasan, kekhusyukan dan segala jalan yang mendampingkan kepada Allah. Ketika dunia enggan berdampingan, tiada teman melainkan Tuhan al-Rahman dan rakan-rakan yang menjalani kehidupan sebagai ghuraba’. Di situlah limpahan kemanisan perjuangan.

Wednesday, June 22, 2011

Monday, June 20, 2011

Minum Berdiri : Antara Hukum Dan Kesannya


Oleh: zharifjenn
Islam telah menetapkan adab bagi umatnya dalam melakukan sesuatu kegiatan bagi mendapat kesejahteraan. Begitu juga islam telah menetapkan adab-adab ketika minum.Terdapat hadis yang menunjukkan tegahan minum berdiri ialah hadis yang diriwayat oleh muslim iaitu: Terjemahan: dari anas ra, sesungguhnya nabi Muhammad saw melarang minum berdiri.Hadis ini merupakan hadis yang diriwayatkan oleh muslim didalam kitab minuman, bab tegahan minum berdiri, hadis yang ke 3771


Di antara sebab larangan minum berdiri ialah, menurut pakar perubatan Dr Abdul Razzak Al-Kailani “Sesungguhnya makan dan minum dalam keadaan duduk lebih baik dari segi kesihatan, lebih selamat, lebih puas. Dimana makanan dan minuman akan melalui dinding perut dengan perlahan-lahan.

Minum berdiri menyebabkan cecair akan jatuh ke dasar perut dengan laju dan akan melanggar lapisan perut. Kalau perkara ini sering berlaku dan dalam jangka masa panjang akan menyebabkan perut menjadi longgar dan jatuh sehingga menyebabkan minuman susah untuk dihadam. Begitu juga dengan makanan.

Menurut pandangan Dr Ibrahim Ar-Rawi, apabila seseorang itu berdiri ototnya menjadi tegang dan pada masa yang sama sistem imbangan pada sistem saraf pusat (central nervous system) dalam keadaan terlampau aktif mengawal semua otot, untuk melakukan proses pengimbangan dan berdiri tegak.



Ia adalah proses gabungan diantara sistem saraf dan sistem otot dalam satu masa yang menyebabkan manusia tidak mampu mengawal kedua-duanya untuk rehat. Keadaan otot yang rehat adalah syarat yang terpenting ketika makan dan minum dan keadaan ini hanya wujud ketika seseorang itu duduk.


Apabila duduk maka sistem saraf dan sistem otot dalam keadaan tenang akan menjadi aktif serta sistem penghadaman akan bertambah kemampuan (ability) untuk menerima makanan dan minuman. Ini akan menyerap (assimilation) makanan dengan cara yang betul.

Namun demikian diharuskan minum berdiri ditempat yang tidak sesuai untuk duduk seperti tempat yang terlampau sesak. Ini adalah kerana Nabi s.a.w pernah minum berdiri, ini berdasarkan kepada hadis Ibn Abbas yang menyatakan rasulullah minum air zam-zam berdiri.

Persoalannya di sini, mengapa rasulullah minum air zam-zam dalam keadaan berdiri.

Air zam-zam mengandungi khasiat yang tinggi

Menurut kajian pakar, air zam-zam mengandungi fluorida yang memiliki daya efektif membunuh kuman serta ia mengandungi kalsium dan garam magnesium yang tinggi berbanding air biasa, dari segi saintifik air zam-zam bersifat alkali, jadi air zam-zam boleh meneutralkan asid hidroklorik yang terhasil di dalam perut dan mengurangkan pedih ulu hati.

Jadi inilah sebab rasulullah minum air zam-zam berdiri supaya air tersebut dapat meneutralkan asid yang terhasil dalam perut dengan cepat.

Selain itu, air zam-zam juga mengandungi iodin, sulfat dan nitrat. Kandungan makronutrien yang tinggi khususnya magnesium, sodium dan potassium menyebabkan air zam-zam bersifat nutritif berbanding sumber lain, inilah yang membuatkan air zam-zam dapat menyegarkan para jemaah haji yang meminumnya dan memberi ketahanan antibodi kepada orang yang meminumnya.

Sesungguhnya orang yang beriman itu ialah orang yang apabila disebutkan Allah akan gementar hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya (ayat-ayat Allah) akan bertambahlah iman mereka, dan kepada Rab (Tuhan) mereka bertawakal.

( Surah an-Anfal : Ayat 2 )

Tuesday, June 14, 2011

Cuti Sekolah 2011

Malaysian State & National Holidays 2011

Dates Occasion For
1 January
Saturday New Year All states except Johor, Kedah, Kelantan, Perlis & Trengganu
11 January
Tuesday Hari Hol Almarhum Sultan Johor Johor only
14 January
Friday Yang di-Pertuan Besar
Negeri Sembilan's Birthday Negeri Sembilan only
16 January
Monday Sultan of Kedah's Birthday Kedah only
20 January
Thursday Thaipusam Kuala Lumpur, Putrajaya, Johor, Negeri Sembilan, Perak, Penang & Selangor only
1 February
Tuesday Federal Territory Day Federal Territory of Kuala Lumpur, Labuan & Putrajaya only
3 February
Thursday Chinese New Year Nationwide
4 February
Friday Chinese New Year (2nd Day) All states except Kelantan and Trengganu
15 February
Tuesday Prophet Muhammad's Birthday
(Maulidur Rasul) Nationwide
4 March
Friday Anniversary of Installation
of Sultan of Trengganu Trengganu only
30 - 31 March
Wed & Thurs Sultan of Kelantan's Birthday Kelantan only
15 April
Friday Declaration of Malacca as
a Historical City Malacca only
19 April
Tuesday Sultan of Perak's Birthday Perak only
22 April
Friday Good Friday Sabah & Sarawak only
1 May
Sunday Labour Day Nationwide
7 May
Saturday Hari Hol Pahang Pahang only
17 May
Tuesday Wesak Day Nationwide
17 May
Tuesday Raja Perlis' Birthday Perlis only
30- 31 May
Mon & Tues Harvest Festival
Pesta Kaamatan Sabah Sabah & Labuan only
1 - 2 June
Wed & Thurs Sarawak Harvest Festival
Hari Gawai Sarawak Sarawak only
4 June
Saturday Malaysian King's Birthday
Harijadi Agong Nationwide
29 June
Wednesday Israk & Mikraj Kedah, Negeri Sembilan & Perlis only
7 July
Thursday Georgetown Heritage Day Penang - but not a 'paid holiday' for private sectors employees.
9 July
Saturday Penang Governor's Birthday Penang only
20 July
Wednesday Sultan of Trengganu's Birthday Trengganu only
1 August
Monday Awal Ramadan Johor, Kedah & Malacca only
17 August
Wednesday Nuzul Al-Quran Kelantan, Pahang, Perak, Perlis, Penang, Selangor & Trengganu only
30 - 31 August
or
31 Aug - 1 Sep Hari Raya Puasa *
First day of Hari Raya depends on the sighting of the new moon. Nationwide
31 August
Wednesday National Independence Day
Merdeka Nationwide
1 September
Thursday Additional Public Holiday due to overlapping of Hari Raya Puasa and Merdeka Day Nationwide
2 September
Friday If First Day of Hari Raya falls on 31 August. Nationwide
10 September
Saturday
Sarawak Governor's Birthday Sarawak Only
16 September
Friday Malaysia Day &
Sabah Governor's Birthday Nationwide
Sabah
8 October
Saturday Malacca Governor's Birthday Malacca only
24 October
Monday Sultan of Pahang's Birthday Pahang only
26 October
Wednesday Deepavali Nationwide
6 November
Sunday Hari Raya Haji *
Hari Raya Qurban Nationwide
7 November
Monday Hari Raya Haji (2nd Day) *
Hari Raya Qurban Kedah, Kelantan, Perlis & Trengganu Only
22 November
Friday Sultan of Johor's Birthday Johor only
27 November
Sunday Awal Muharram
(Maal Hijrah) Nationwide
11 December
Sunday Sultan of Selangor's Birthday Selangor only
25 December
Sunday Christmas Nationwide

* Subject to change - depending on the sighting of the new moon




Malaysia & Singapore Holidays 2011
Cuti Sekolah Malaysia & Singapura 2011
The official school term (takwim cuti sekolah Malaysia rasmi) is as follows: 1st Term Holidays
12 March - 20 March Mid-Term Holiday
28 May - 12 June
28 May - 26 June Mid-Year Holiday
Singapore Mid-Year Holiday
2nd Term Holidays
27 August - 4 September
3 September - 11 September Mid-Term Holiday
Singapore Semester 2 Holidays
19 November - 1 January 2012 Year End Holiday

Malaysia and Singapore school holidays usually occur simultaneously except for the Mid-Year holiday. However, for 2011, Singapore Semester 2 holiday falls on 3rd to 11th September, one week later than the Malaysian School Holiday.

There are a total of 78 days school holiday and 210 school days for Malaysian schools in 2011

Thursday, June 2, 2011

Puasa Di Bulan Rejab

Sudah menjadi amalan kebiasaan orang yang warak terdahulu memperbanyakkan puasa pada Bulan Rejab Dan Syaaban.
Namun begitu perkembangan maklumat dikalangan masyarakat kita,muncul terdapat segelintir pihak yang mengembar gemburkan larangan berpuasa di bulan Rejab, atau cuba menggambarkan tidak ada langsung dalil berpuasa dan beribadat dibulan Rejab, dan tidak ada kelebihan bulan Rejab berbanding bulan-bulan selainnya.Pada hemat saya tindakan ini hini boleh menimbulkan konflik dikalangan orang awam..Maka mereka yang melarang atau sekurang-kurangnya menimbulkan perasaan tidak senang dan cinta untuk berpuasa dan beribadat di bulan Rejab dengan alasan yang tersebut sebenarnya adalah suatu kejahilan yang timbul daripada diri mereka sendiri, ataupun akibat dari penyakit was-was yang tebal terhadap autoriti keilmuan para ulama yang muktabarah.

Ini boleh kita lihat kenyataannya daripada jawapan seorang ulama` yang Muhaqqiq iaitu Al-Imam Al-Allamah Ibnu Hajar Al-Haitami, wafat tahun 974 Hijrah, yang menjelaskan dalam kitab Al-Fatawal Kubro Al Fiqhiyah karangan beliau iaitu dalam juzu’ yang kedua, mukasurat 3, cetakkan Darul Kutub Ilmiah.

Al Allamah Ibnu Hajar ini hidup dikurun ke-9 hijrah, kira-kira 4 ratus tahun dahulu. Maka, persoalan ini sebenarnya telah dijawab terlebih dahulu kira-kira 4 ratus tahun dulu lagi. Akan tetapi, tiba-tiba hari ini datang seorang hamba Allah yang mendakwa dirinya mempunyai ilmu yang dipelajari melebihi tahap masa 3 tahun, cuba membongkar semula masalah ini, atas alasan maudhu dan dhaif haditsnya. Lalu dikatakan tak sunat puasa di bulan Rejab.

Apakah maksud sebenar beliau ini? Kalau sekadar untuk memaklumkan maudhu dan dhaif haditsnya sahaja tidaklah menjadi masalah. Tetapi kalau sampai membatalkan hukum sunat berpuasa di bulan Rejab dan melarang orang ramai mendapatkan kelebihan bulan Rejab, maka ianya sudah termasuk dalam kategori melakukan suatu yang bercanggah dengan kepentingan awam Muslimin.

Sebenarnya bukan orang ramai yang dilarang mendapatkan fadhilat berpuasa dibulan Rejab itu yang bersalah, tetapi beliaulah yang sepatutnya ditegah daripada menyebarluaskan fahaman songsang tersebut.

Al Allamah Ibnu Hajar Al Haitami mengulas:

“Terdapat seorang Ahli Fekah yang sentiasa menegah manusia daripada berpuasa di bulan Rejab (yang mana) adalah kerana kejahilan padanya, dan membuat suatu keputusan tanpa pertimbangan berdasarkan kaedah syariat yang sucinya.

Maka jika dia tidak rujuk kembali daripada menegah, wajib di atas para Hakim Makamah Syariah melarangnya/menegahnya daripada menyebarkan larangan tersebut dan mentakzirkan si Faqih yang jahil tersebut bersama-sama mereka yang sepertinya dengan hukuman Takzir yang sungguh-sungguh, yang memberi faedah tercegahnya daripada melarang orang ramai berpuasa di bulan Rejab.

Seolah-olahnya Faqih (ahli fekah ) yang jahil tersebut terpedaya dengan satu hadis yang diriwayatkan yang menyatakan:
“Bahawasanya Neraka Jahanam menyala-nyala bermula daripada haul/pusingan daripada satu haul kepada satu haul bagi sesiapa yang berpuasa Rejab”.

Padahal Si Jahil yang terpedaya tersebut tidak mengetahui bahawasanya hadis yang termaklum itu adalah batil, dusta yang tidak halallah meriwayatnya sebagaimana yang telah menyebut oleh Syekh Abu Omar bin Shollah (Ibnu Sholah), dan menegah engkau dari (meriwayatkannya), kerana memeliharakan sunnah, dan memeliharakan kebesaran ilmu.

Beliau berfatwa berbetulan dengan fatwa (Syeikhul Islam) Izzudin bin Abdis Salam, yang mana sesungguhnya telah disoal mengenai catitan sebahagian Ahli Hadis terdapatnya TEGAHAN berpuasa di bulan Rejab dan membesarkan bulannya al Haram, maka adakah sah nazar berpuasa pada keseluruhan bulan Rejab?

Syeikhul Islam Izzudin Abdis Salam menjawab::
“Nazar puasanya sah, beliau tersebut sebenarnya telah melazimkan penghampiran diri kepada Allah Taala dengan seumpama mengerjakan puasa. Mereka yang menegah daripada berpuasa di masa tersebut adalah jahil terhadap tempat ambilan ( Istinbath hukum-hukum syara’). Maka betapa pula dia menegahkan daripada berpuasa padahal bahawasanya para ulama` yang mana mereka telah menyusun (mentadwinkan) hukum–hukum syariah, tidak pernah ada di kalangan mereka seorang pun yang menyebut termasuk larangan yang makruh berpuasa bahkan sebenarnya puasanya adalah merupakan taqarub yakni penghampiran diri kepada Allah swt kerana berdasarkan beberapa hadis yang shohih yang menyungguh-nyungguh mendorong berpuasa seperti mana sabda Nabi saw, berfirman Allah Taala:

“Tiap –tiap anak Adam adalah baginya ( yakni boleh diketahui hitungan pahalanya) melainkan puasa.”

Dan sabda Nabi saw:

“Sesungguhnya berubah bau mulut seseorang yang berpuasa terlebih harum disisi Allah Taala daripada bau kasturi”.

Dan lagi sabda Nabi saw:

“Sesungguhnya seafdhal-afdhal puasa ialah puasa saudaraku Daud as. Beliau berpuasa sehari dan berbuka sehari”.

Adalah Nabi Daud as berpuasa dengan cara tersebut tanpa mengaitkan dengan bulan-bulan yang selain daripada bulan Rejab, dan tanpa mengaitkan selain daripada membesarkan bulan Rejab lain dari apa yang berlaku disisi puak Jahiliyah yang mana mereka juga membesarkan bulan Rejab. Maka Daud as dengan sebab berpuasanya bukanlah pula mengikut Jahiliyah.

Tidaklah kesemua perkara yang dilakukan jahiliyah ditegah melakukannya, melainkan apabila terdapat tegahan syariat padanya, atau terdapat dalil-dalil kaedah syariat yang menegahnya. Dan tidak pula ditinggalkan perkara yang sebenar disebabkan kerana terdapat orang-orang yang mengikut sesuatu kebatilan melakukannya.

(Sebenarnya) Orang yang melarang berpuasa (Rejab) tersebut adalah seorang yang Jahil yang terserlah kejahilannya. Tidak halal (yakni Haram-lah ) seseorang Islam mengikuti agama orang tersebut. Kerana tidak harus bertaqlid (mengikut) agama orang tersebut disebabkan, seseorang Islam tidak dibenarkan mengikut (sesuatu fatwa) melainkan kepada mereka yang telah Masyhur memahami, mengetahui dan mengertinya terhadap segala hukum Allah swt dan memahami, mengetahui dan mengertinya segala tempat pengambilan hukum iaitu dalil-dalil hukum.

Apa yang telah dibentangkan dan dibangsakan kepada Ahli Fekah tersebut adalah jauh dari faham, mengerti dan mengetahui berkenaan agama Allah swt. Maka janganlah diikut pada fatwa dan pendapatnya. Sesiapa sahaja yang mengikutinya, nescaya terpedayalah dengan agama ahli fekah itu”.

Fatwa Syeikhul Islam Izzuddin Abdis Salam

Seterusnya Ibnu Sholah telah menjelaskan maksud fatwa (Syeikhul Islam) Izzuddin Abdis Salam dalam kitab Fatawa Kubro tersebut di muka surat yang sama.


“Dan telah mengisyaratkan oleh Izzuddin Abdis salam bahawa memadai pada kelebihan berpuasa di bulan Rejab dengan apa yang telah diriwayatkan oleh beberapa hadis yang menunjukkan atas Fadhilat/Kelebihan puasa (iaitu)

- Yang Mutlak (yakni yang umum, yang menyeluruh), dan
- Yang Khusus kelebihannya pada BULAN-BULAN HARAM.


Iaitu seperti hadits Abi Daud dan Ibnu Majah dan hadits riwayat selain (daripada) mereka, daripada (Abu Umamah) Al Bahili:Aku datang kepada Rasulullah saw maka aku bertanya:Wahai Rasulullah! Saya adalah seorang lelaki yang datang bertemu Tuan pada tahun yang pertama.
Baginda bersabda:
“Mengapa Ku lihat tubuhmu kurus kering?”
Jawab Al Bahili:“Ya Rasulullah, tidak ada benda yang saya makan di siang hari yang saya makan melainkan (dimakan ) pada malam sahaja.”
Bertanya Nabi saw:
“Siapa pula yang menyuruh engkau mendera dirimu?”
Aku menjawab:
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya kuat (berpuasa).”
Bersabda Nabi saw:
“Berpuasalah dibulan sabar, dan tiga hari selepasnya dan berpuasalah di bulan-bulan Haram”.
Pada satu riwayat lain:
“Berpuasalah dibulan sabar dan sehari pada tiap-tiap bulan.”
Berkata Al Bahili:
“Tambahi lagi, sesungguhnya (aku) mempunyai kekuatan.”
Bersabda Nabi saw:“Berpuasalah dua hari.”
Berkata Al Bahili:
“Tambahilah lagi maka sesungguhnya aku mempunyai kekuatan.”
Bersabda Nabi saw:
“Berpuasalah tiga hari selepasnya dan berpuasalah di bulan Haram dan tinggalkanlah, puasalah di bulan Haram dan tinggalkanlah.
Rasululah saw bersabda sambil menghimpunkan jari-jarinya yang tiga kemudian melepaskannya”.
Para ulama’ telah mengulas bahawa

1) Nabi saw menyuruh Al Bahili berhenti berpuasa (beberapa ketika) kerana mendapati kesusahan nya untuk membanyakkan puasa seperti yang telah dinyatakan pada awal-awal hadits pertama, dan

2) sesiapa yang tidak kepayahan (yakni mampu), maka berpuasa keseluruhan adalah satu fadhilat/kelebihan.

Perhatikanlah (bahawa)

1) perintah Nabi saw dengan berpuasa di bulan-bulan Haram pada riwayat yang pertama, dan

2) perintah Nabi saw berpuasa dalam sebahagian dari BULAN-BULAN HARAM pada riwayat yang kedua,
nescaya engkau akan dapati

- Nash akan perintah berpuasa Rejab, atau

- Berpuasa sebahagian darinya kerana Rejab adalah sebahagian daripada bulan-bulan Haram, bahkan ia adalah yang paling afdhal dari kesemua bulan-bulan haram.
Maka perkataan Orang Jahil tersebut:
“Bahawa Hadits-hadits berpuasa di bulan Rejab adalah Maudhu’,
jika dia memaksudkannya menyeluruh pada segala hadits-hadits yang menunjuk kepada berpuasa Rejab menurut umumnya hadits dan khususnya, (maka) itu sebenarnya adalah satu pendustaan dan pembohongan (yang timbul) pula dari si Jahil tersebut.
Ada banyak terminologi atau istilah ilmu hadits yang digunakan dalam posting kali ini, seperti- shohih (kadangkala ditulis shahih),

- dhoif (kadangkala ditulis dhaif),
- maudhu’,
- marfu’,

- Mursal,
- Munqothi’,
- Mu’dhal,
- Mauquf,
- Isnad,
- Fadho ilil A’mal (ringkasnya, fadhilat atau kelebihan ke atas sesuatu amalan),
- Ijma’ (ringkasnya, kesepakatan para atau majoriti ulama’ yang muktabar pada sesuatu perkara / masalah dan penyelesainnya / ketetapannya).
Dari satu sudut memang betul terdapatnya banyak hadits-hadits yang maudhu’, iaitu yang dusta berkenaan Puasa Rejab walhal para Imam (alim ulama’) kita tidak langsung berpegang dengan hadits-hadits maudhu’ tersebut sebagai dalil (akan) sunatnya Puasa Rejab. Jauh sekali daripada mereka bertindak sebegitu. Sebenarnya hanyalah mereka berdalilkan sepertimana yang telah dinyatakan (dalam postings sebelum ini) dan terdapat lagi hadits-hadits dan dalil-dalil yang lain yang akan dibincangkan selepas ini dan akan datang. Insya Allah Ta’ala.

Sebahagiannya, sepertimana terdapatnya hadis-hadis yang popular yang diberikan di bawah::

1) Diriwayatkan oleh Imam Baihaqi daripada Anas ra., beliau telah memarfu’kannya:

إن في الجنة نهرًا يُقال له رجب، ماؤه أشدُّ بياضًا من اللبن وأحلَى من العسل، مَن صام يومًا من رجب سَقاه اللهُ من ذلك النّهر.
Ertinya::

“Sesungguhnya di dalam syurga ada sebuah sungai yg dipanggil Rejab, warna airnya sangat putih dari susu, manisnya lebih manis dari madu, barangsiapa yg berpuasa satu hari dari bulan Rejab, maka Allah akan memberi ia minum dari sungai itu”.

(2) Riwayat daripada Abdullah bin Said dari bapanya (dan) beliau memarfu’kannya:



مَن صام من رجب يوما كان كصيام سنة ومن صام منه سبعةَ أيّام غُلِّقت عنه أبواب جهنم . ومن صام منه ثمانيةَ أيام فُتِّحتْ أبوابُ الجنّةِ ، ومن صام منه عشرة أيام لم يسأل الله شيأ الا أعطاه الله اياه , ومن صام خمسة عشر يوما نادى مناد من السمأ قد غفر لك ما سلف فاستأنف العمل وقد بدلت سيِّئاتك حسنات ومن زاد زاده الله.

Ertinya::

“Barang siapa berpuasa sehari didalam bulan Rejab seolah-olah dia berpuasa satu tahun, dan siapa yg berpuasa di dalamnya 7 hari maka akan ditutup 7 pintu-pintu neraka Jahannam, dan barang siapa yg berpuasa 8 hari maka 8 pintu-pintu syurga akan terbuka, dan barang siapa yg berpuasa 10 hari, tidaklah jika dia berdoa melainkan akan dimakbulkan Allah, barangsiapa yang berpuasa 15 hari, menyerulah penyeru dari langit “Sesungguhnya telah diampunkan bagimu perkara yang telah lalu maka dimulai amal yang baru, dan sesungguhnya telah digantikan segala kejahatan engkau dengan kebajikan dan barangsiapa yang melebihkannya maka melebihkannya oleh Allah”.

Kemudian Al Baihaqi telah menaqalkan daripada gurunya Al Hakim bahawa hadis yang pertama di atas adalah statusnya Mauquf atas Abi Qilabah seorang daripada Tabi’in. Orang yang seperti beliau tidak akan berkata-kata melainkan diambil daripada seseorang (iaitu para sahabat) yang perkataannya diambil pula daripada Tuan yang menerima wahyu (iaitu Rasulullah saw).

Mengenai hadits yang diriwayatkan daripada Abi Hurairah pula (iaitu):

“Bahawa Nabi saw tidak pernah berpuasa selepas Ramadhan melainkan Rejab dan Sya’ban“,
beliau berkata Isnad hadits tersebut Dhaif.


Syekh Al Allamah Ibnu Hajar menjelaskan pula fungsi hadits-hadits Dhoif yang berkisar dalam masalah Puasa Rejab ini. Beliau menulis di muka surat 5.

“Sesungguhnya para ulama’ telah menetapkan bahawa hadits-hadits Dhaif, Mursal, Munqothi’, Mu’dhal dan Mauquf diamalkan dengannya pada Fadho ilil A’mal atas dasar IJMA’. Maka tidak syak lagi bahawa berpuasa Rejab adalah sebahagian daripada Fadho ‘ilil A’mal. Memadailah padanya dengan hanya berdalilkan hadits-hadits Dhaif dan yang sepertinya, tiadalah diingkari demikian itu melainkan orang-orang yang JAHIL YANG TERPEDAYA”.

Walaubagaimana sekalipun, selain daripada kenyataan Al Allamah Ibnu Hajar mengenai memadai untuk beramal pPuasa di bulan Rejab dengan beriktibar kepada hadits-hadits yang tersebut sekalipun ada yang dhaif, beliau juga menjelaskan lagi mengenai terdapatnya hadits-hadits yang bertaraf shahih sebagai pegangan para ulama’ yang memfatwakan Puasa Rejab adalah SUNAT.

Kita lihat dimuka surat 22 di mana beliau menulis:

“Bahawa yang sebenar adalah perkataan dari orang yang berkata: Sunat berpuasa hari Isnin dan Khamis, Rejab dan baki hari-hari di Bulan Haram. Sesiapa yang berkata sebaliknya, iaitu “Tidak sunat” dan menegah manusia (dari mendapatkan fadhilatnya) dengan berpuasa, maka orang tersebut salah dan berdosa. Kerana penghujung kedudukan orang tersebut sebenarnya adalah bertaraf seorang Awam.”

[Ulasan: Orang awam tidak boleh sewenang-wenang memberi fatwa dan tidak harus diikuti. Maka seseorang awam yg cuba-cuba berfatwa adalah berdosa dan haram diikuti.]

Pada muka surat 23 beliau menyebut lagi:

Sepertimana satu hadits yang telah meshahihkannya oleh Ibnu Khuzaimah daripada Usamah ra. ::
Saya (yakni Usamah) berkata:


”Wahai Rasululah! Saya tidak pernah melihat Tuan berpuasa sepanjang bulan daripada seluruh bulan sepertimana Tuan berpuasa bulan Sya’ban?”

Baginda saw menjawab:

”Demikian itu adalah satu bulan yang lalai manusia daripadanya yang berada antara Rejab dan Ramadhan. Maka bulan Sya’ban adalah satu bulan yang diangkat di dalamnya semua amal ke hadrat Rabbil A’lamin. Maka aku suka bahawa diangkat amalanku dalam keadaan aku berpuasa”.

Maka mengisyaratkan oleh Rasulullah saw tatkala melengkungi oleh dua bulan yang agung iaitu bulan Rajab dan bulan Ramadhan, yang mana manusia berlumba-lumba sibuk ( berpuasa dan beribadat ) dalam kedua-dua bulan tersebut, lantas terlupa bulan Sya’ban. Kerana yang demikian, kebanyakan ulama’ berpendapat puasa di bulan Rejab terlebih afdhal dari bulan Sya’ban.

Siapakah manusia yang sibuk berpuasa di bulan Ramadhan dan Rejab tersebut? Iaitulah Rasulullah saw dan para shahabat baginda. Sudah termaklum mereka adalah sebahagian daripada makna manusia dari lafaz hadits tersebut dan hadits ini juga menjadi dalil akan sunatnya berpuasa Rejab sebab lafaz “Maka aku suka bahawa diangkat amalanku dalam keadaan aku berpuasa” adalah sabda baginda saw sendiri. Mengatakan Nabi tidak pernah berpuasa di bulan Rejab dan tidak sunnah berpuasa di bulan Rejab adalah satu pendustaan juga terhadap Nabi saw. Telah maklum hadis riwayat Imam Ibnu khuzaimah tersebut adalah hadis shahih

Seterusnya Al Allamah Ibnu Hajar menambah::

Telah meriwayatkan oleh Abi Daud bahawa Nabi (صلى الله عليه وسلم) memandubkan (yakni sunat) berpuasa di BULAN-BULAN HARAM (yakni bulan-bulan Zulkaedah, Zulhijjah, Muharam, dan Rejab). Padahal Rejab adalah sebahagian dari bulan-bulan Haram.

Riwayat dari Abi Daud dan lain-lainnya, dari Urwah, bahawa beliau telah bertanya Abdullah bin Umar (رضى الله عنها) ::

“Adakah Rasululah (صلى الله عليه وسلم) berpuasa dibulan Rejab?

Beliau menjawab:

“Ya dan baginda melebihkannya.”
Ibnu Umar mengatakannya sampai tiga kali.

Dan sesungguhnya Abu Qilabah telah meriwayatkan::

“Sesungguhnya dalam Syurga ada sebuah mahligai bagi sesiapa yang berpuasa di bulan Rejab”.
Imam Al Baihaqi mengulas “Abu Qilabah salah seorang Tabi’in yang tidak akan berkata mengenainya melainkan diambilnya dari seorang Penyampai (Sahabat).” Maka tsabitlah sunat berpuasa di bulan Rejab, bukan makruh. Sesungguhnya pendapat yang mengatakan ianya makruh juga adalah fasid (yakni batal) bahkan salah (yakni tidak betul) sebagaimana yang telah engkau ketahui kelebihan/fadhilat puasa Sya’ban, padahal puasa Rejab terlebih afdhal darinya. Kerana seafdhal-afdhal bulan selepas Ramadhan ialah Bulan Muharam, kemudian baki-baki bulan Haram, akhirnya barulah Sya’ban.

Ulasan:

Sebahagian manusia mengatakan Nabi (صلى الله عليه وسلم) tidak pernah berpuasa Rejab. Tidak ada nash berpuasa Rejab. Lantaran itu (menurut mereka) haram dan bid’ah puasa Rejab, atau segolongan yang lain mengatakannya makruh. Menurut mereka, kalau kita berkepercayaan Nabi (صلى الله عليه وسلم) ada berpuasa di bulan Rejab, maka haram sebab dusta kepada Nabi (صلى الله عليه وسلم). Ataupun menurut segolongan lagi dari mereka, kalau hendak buat juga tapi mengkhususkan niat puasa bulan Rejab maka makruh sebab (kununnya) tak ada dalil hadits yang terang.


Sebenarnya semua kenyataan tersebut salah. Jikalau pihak berkenaan menafikan Nabi (صلى الله عليه وسلم) pernah berpuasa Rejab dengan sebab tidak kerana kejahilan pihak berkenaan, maka hendaklah mereka bertaubat. Kalau sengaja-sengaja berbuat dusta dan kacau-bilau dalam soal kefahaman agama, maka pihak Kerajaan mestilah mengambil tindakan.



Cuba kita lihat satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di bawah perenggan ini nanti, iaitu satu lagi hadits yang mana tidak disangsikan lagi akan keshahihannya. Yang sangsi adalah mereka yang di dalam hati berpenyakit seperti seolah-olah mereka ini gila dunia dan kemasyhuran, sedangkan diri mereka nampaknya bukanlah orang yang layak memperkatakan soal agama yang sedemikian rupa. Seperti juga keadaannya penyakit yang sudah ditimpakan kepada

- golongan yang anti-ulama’ (seperti menafikan autoriti dan keilmuan ulama’ dengan mengatakan tiada ”priest” dalam Islam, yang mana di sini mereka jelas menyamakan agama ini dengan agama sesat seperti Kristian dan Yahudi yang mempunyai “priest” ataupun “Rabbi” mereka), ataupun

- golongan anti Ahli Sunnah, dan juga

- golongan anti Mazhab (yang menyatakan siapapun layak bercakap soal agama khususnya dalam hal ehwal fundamental TANPA ilmu yang mencukupi di mana cakapan mereka disebarluaskan kepada orang ramai, bukannya terhad untuk kegunaan diri mereka sendiri yang bermasalah itu).

Mudah-mudahan dijauhkan kiranya oleh Allah Ta’ala akan kita semua daripada tipudaya dan kerosakan serta kesesatan kefahaman Islam yang timbul pada golongan-golongan ini. [نعوذ بالله من ذلك].



Usman bin Hakam Al Ansori berkata::


”Saya telah bertanya Sa’id bin Jubair berkenaan puasa Rejab sedangkan kami ketika itu masih berada di bulan Rejab.”

Beliau (Sa’id ) menjawab:
”Saya telah mendengar Ibnu Abbas (رضى الله عنها) berkata: Adalah Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) berpuasa sehingga kami mengatakan (menyangka) baginda tidak berbuka (tidak berhenti puasa), dan baginda berbuka sehingga kami mengatakan (menyangka) baginda tidak berpuasa“. – Riwayat Muslim.



Terang dan jelas dalam hadits ini yang mana menunjukan bahawa Nabi (صلى الله عليه وسلم) berpuasa Rejab, dan mereka yang mengatakan bahawa Nabi tidak pernah berbuatnya adalah dusta.
Kalau mereka berkata:

”Aah itu hadits yang menunjukan harus puasa di bulan Rejab, bukannya sunat. Memang dibolehkan jika berpuasa tanpa mengaitkan bulan Rejab. Sebab dalilnya hanya bersandarkan dalil yang umum akan hadits Shahih riwayat Muslim tersebut.”
Jawabnya:
Lihatlah bagaimana mereka cuba berpusing-pusing. Mula–mula mereka mengatakan tidak sunat puasa Rejab sebab tak ada dalil Nabi (صلى الله عليه وسلم) puasa padanya. Kemudian berdalih pula mengatakan hadits Muslim tersebut menunjukkan hanya hukum harus bukan hukum sunat sebagaimana yang disepakati oleh jumhur ulama kaum Muslimin.

Lihatlah akan Syarah/Keterangan hadits tersebut dalam Kitab Syarah Muslim 8, ms 38-39, cetakan Daarul Syaqafah:
Bab: “Berpuasa Nabi (صلى الله عليه وسلم) di bulan yang selain bulan Ramadhan”.

Maksudnya::

“Yang dzahir, bahawa maksud Sa’id bin Jubair dengan istidlal (pengambilan hukum) dengan hadits ini bahawa puasa Rejab tidak ditegah dan tidak disunatkan berdasarkan hadits ini untuk ain (yakni diri atau perkara) puasa Rejab itu.

Bahkan sebaliknya bagi puasa Rejab (iaitu) sama hukumnya dengan hukum selebihnya bulan-bulan (yakni dengan hukum puasa di bulan-bulan haram). Tidak tsabit pada berpuasa Rejab tegahan dan tidak “tidak sabit” nadab (sunat ) bagi diri Rejab , tetapi asal hukum berpuasa Rejab adalah disunatkan.

Di dalam Sunan Abi Daud (disebutkan) bahawa Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) men-sunat-kan berpuasa di bulan-bulan Haram. Padahal Rejab adalah salah satu dari bulan-bulan Haram. Wallahu a’lam”.

Maksud sebenar keterangan Imam Nawawi sebagaimana yang ditulis beliau dalam kitab Syarah Muslim karangannya itu adalah hanya sanya dalil ”Kesunatan Rejab” tidak berdalilkan dengan ain/diri hadits tersebut. Bukan menafikan ”Kesunatan berpuasa di bulan Rejab”. Perhatikan baik-baik perkara ini.



Memang, berdasarkan hadits tersebut kita dapat fahamkan:



1) Nabi (صلى الله عليه وسلم) pernah berpuasa di bulan Rejab. Menafikannya sebagai tidak pernah berpuasa di bulan Rejab dan tiada sunnahnya berpuasa di bulan Rejab adalah satu pembohongan yang mentah-mentah mesti ditolak oleh mereka yang mengerti.



2) Hadits tersebut dilalahnya menunjukan harus berpuasa di bulan Rejab. Bukan sunat, bukan juga makruh, dan barang dijauhi akan ke-haram-annya.



3) Sekalipun hadits tersebut tidak menjadi ain/diri dalil kesunatan berpuasa Rejab, tetapi berpuasa di bulan Rejab tetaplah juga hukum nya sunat berdasarkan Hadits-hadits Shahih yang mentsabitkan puasa di bulan Haram. Misalnya adalah hadits riwayat Imam Ibnu Khuzaimah yang disebutkan sebelum ini dan hadits riwayat Imam Abu Daud yang juga telah meriwayatkan “Seafdhal-afdhal puasa adalah puasa di bulan-bulan Haram”.



Sebagai penjelasan, Imam Nawawi menyebut “Ashlu Shaum mandubun ilaih” yang mana maksudnya ” asal hukum berpuasa adalah mandub, iaitu disunatkan”. Ditahqiqkan dengan kenyataan “bulan Rajab adalah salah satu daripada Tadhamun kepada makna ‘Asyh harul Haram”.



Tidak ada satu hadits sama ada yang bertahap Shahih mahupun Hasan yang boleh dijadikan dalil pentakhisan untuk hadits “Asyharul Haram” yang umum maknanya itu. Bahkan hadits tersebut akan menunjukkan Rejab adalah sebahagian afradnya (yakni satu bulan daripada bulan-bulan haram).



Hadits yang khusus berkenaan puasa Sya’ban dan bulan Muharam tidak pula sah dan boleh dipakai sebagai pentakhsisan hadits “Asyhurul Haram” sehingga melibatkan puasa di bulan Rajab. Sebabnya Muharram, Sya’ban dan Rajab adalah ain atau diri atau masa yang berlain-lainan. Sya’ban bukan bulan Haram. Sya’ban mempunyai dalil yang tersendiri. Sedangkan Muharram dan Rejab adalah afrad daripada “bulan-bulan Haram”. Hadits khusus berkenaan fadhilat Muharram tidak akan melibatkan Rejab. Maka bulan Rejab tepat di atas hukum asalnya iaitu sunat sebagaimana yang dicatit oleh Imam Nawawi tersebut, iaitulah dengan catatannya “Ashlul Shaumi Mandhubun ilaih”.



4) Juga difahamkan tentulah berlaku perbezaan bulan Rajab dengan bulan-bulan selain dari bulan Haram, misalnya bulan Safar. Bulan Safar tidak termasuk bulan-bulan Haram. Bulan Rejab adalah bulan di mana sunat berpuasa di dalamnya berdalilkan hadits-hadits yang telah lalu. Sementara bulan Safar pula misalnya tidak disunatkan berpuasa sebab tidak ada dalilnya.



Oleh yang demikian, jika ada orang yang berkata:

“Tidak ada langsung bezanya bulan Rejab dengan bulan-bulan yang lain, sebab semua hadits-haditsnya adalah maudhu’ dan dhaif. Tidak ada fadhilat, tidak ada pahala, dan kalau puasa pun tidak ada ketentuan berpuasa di bulan Rejab dengan berniat umpamanya: ”Sahaja aku puasa esok, di bulan Rejab….”;
maka satu lagi perkara bohong telah timbul. Sebab memang terdapat perbezaan antara bulan Rejab dengan bulan selain bulan-bulan Haram seperti bulan Safar tersebut, menunjukan ada fadhilat atau kelebihan Bulan Rejab.

Maka kita ulangi lagi, “Adalah mereka yang menafikan secara mutlak fadhilat bulan Rejab adalah melakukan kesalahan yang mesti ditangani oleh pemerintah, lantaran perbuatan menyalahfahamkan keterangan yang hak yang menjejaskan kepentingan awam”.


5) Maka sebenarnya hendaklah difahami, bahawa Imam Nawawi hanyalah menyatakan hadits Muslim tersebut tidak menjadi ain dalil berpuasa Rejab sahaja. Bukan kerana berpuasa Rejab tidak ada dalilnya. Kedua-duanya adalah berbeza.

Ada lagi seorang hamba Allah mengatakan, tidak betul huraian awak ini sebab Imam Nawawi tidak berkata secara khusus berpuasa di bulan Rejab, sehingga boleh ditentukan niat berpuasa Rejab secara khusus.

Jawabnya:

Kenapa Imam Nawawi mengatakan ” Ashlu Shawumi Mandubun ilaih”? Cuba pula awak jelaskan?.



Sila lihat pula kitab Majmu’ Syarh Al-Muhazzab juzuk 6 ms 386:
“Sebahagian dari puasa yang disunatkan, ialah puasa dibulan-bulan Haram, iaitu Zul Qa’edah , Zul Hujjah, Muharram dan Rejab”.


Di sini menunjukkan sunat puasa Rejab dan adanya pengkhususan puasa Rejab serta niat-niatnya.

Oleh yang demikian, setiap Muslim semestinya faham untuk membezakan di antara terdapatnya hadits-hadits maudhu’ dan dhaif yang menghikayatkan kelebihan berpuasa di bulan Rejab dengan ketiadaan dalil kelebihan berpuasa di bulan Rejab. Kedua-duanya perkara tersebut sebenarnya adalah perkara yang berlainan.

Jangan terkeliru dan terpedaya dengan kata-kata atau tulisan mereka yang tidak bertanggung jawab ini, yang mungkin kononnya terlalu asyik menjaga masyarakat agar tidak berpegang dengan hadits-hadits yang dusta terhadap Rasulullah (صلى الله عليه وسلم). Nampaknya mereka langsung terlajak menolak terus sunat berpuasa di bulan Rejab.